PWMU.CO– Manusia adalah hewan berakal maka ketika ketika manusia hilang akal maka tak ubahnya seperti hewan. Dengan akalnya manusia dapat mengenal tuhan.
Hal itu disampaikan oleh Ustadz Zul Irvan yang mengisi Kajian Majelis Tabligh PCM Gempol di Masjid Baiturrahim Balun Kejapanan Gempol Pasuruan, Ahad (14/1/2018).
Sebelum mengawali kajian, Zul Irvan melontarkan pertanyaan kepada jamaah. “Dimanakah letak pikiran?”
Para jamaah serentak menjawab, ”Di kepala.”
Kemudian dilanjutkan, “Dimanakah letak perasaan?”
Serentak menjawab, ”Di hati.”
Pertanyaan terakhir. “Dimanakah letak akal?”
Semua jamaah bingung. Ada yang menjawab di kepala. Juga ada yang menjawab di hati. Berangkat dari sinilah awal kajian pagi itu dikupas lebih detail.
Irvan menyampaikan manusia adalah hewan berakal. Ketika manusia hilang akal maka tak ubahnya seperti hewan. ”Akal berasal dari aqola yang berarti ikatan. Akal merupakan perpaduan dari perasaan, syu’ur, dan pikiran, fikrun,” jelas Irvan yang berasal dari Tarakan.
Jika akal didominasi perasaan, sambung dia, muncul paham banyak tuhan yang dikenal politheisme. Jika akal didominasi pikiran maka akan muncul paham tidak bertuhan atau atheisme.
Jika akal yang memadukan perasan dan pikiran secara seimbang maka muncul paham satu tuhan atau monotheisme. Dalam paham monotheisme masuk di antaranya agama Islam.
”Dalam dinul Islam Allah mengutus nabi dan rasul untuk menyampaikan wahyu kepada umat manusia sebagai petunjuk hidupnya makhluk Allah di muka bumi,” ujar yang sedang menempuh kuliah Pasca Sarjana di UIN Malang.
Menurut dia, banyak agama yang termasuk monotheisme tetapi tidak ada wahyu sebagai petunjuknya, sehingga timbul pemikiran sesat. Mereka menganggap para filsuf lebih tinggi kedudukannya dari para nabi karena nabi hanya menerima wahyu saja tanpa banyak berpikir seperti filsuf.
Diakhir kajian Irvan menyampaikan dinul Islam adalah dinul yang diridhoi Allah yang risalahnya dibawa seluruh para nabi dan rasul. ”Kita sebagai umat Islam jangan sampai menjadi orang yang rugi seperti apa yang disebutkan dalam surat Al Ashr,” katanya.
Dia mengartikan din sebagai utang. Manusia mempunyai utang kepada Allah sebagai persaksian bahwa Allah sebagai rabbul alamin. ”KepadaNya kita memohon dan kepadanya kita meminta maka ketika kita meremehkan atau menyia-siakan ibadah kita kepada Allah swt maka kita termasuk orang-orang yang rugi,” tandasnya. (miftachuddin)