PWMU.CO – Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur Dr Muhammad Nurhakim MA punya pandangan menarik tentang pemimpin.
Menurutnya, pemimpin itu harus memenuhi empat syarat. “Ada empat poin kriteria seorang pemimpin,” ujarnya dalam Pengajian Ahad Pagi yang diadakan Pimpinan Cabang Muhammadiyah Klojen, Kota Malang di Masjid TPI Nurul Huda Jalan Mayjen Panjaitan 15/5 Malang, (14/1/18).
Pertama, pemimpin itu harus rahmatan lil alamiin. Menurutnya, seorang pemimpin itu harus bisa mengatur bumi. “Pemimpin itu bisa membuat rasa nyaman pada semua tidak hanya pada umat mukmin saja tapi juga mereka yang non-muslim,” terangnya.
Sayangnya, kata dia, banyak berkembang di masyarakat, terutama lewat provokasi media, bahwa umat Muslim tidak layak menjadi pemimpin.
“Mereka selalu menggambarkan pemimpin Islam itu sektarian. Ketahuilah semua itu sudah disetel. Untuk itu jangan mudah percaya dengan omongan orang lain sering menggiring opini bahwa umat Islam itu tidak bisa memimpin,” pesan Nurhakim.
Kedua, kepemimpinan yang bercermin pada Rasulullah SAW. “Pemimpin yang bisa menyampaikan pesan langit atau Assamawat pada bumi,” ujarnya.
Dengan mengutip ayat Alquran kullukum raain wa kullukum masulin an raiyaatuhi, dosen Universitas Muhammadiyah Malang itu mengatakan kepemimpinan adalah persoalan ketuhanan.
“Ayat itu harus benar-benar dipegang. Umat Islam harus bisa menjadi (pemimpin) yang terbaik di mana pun berada. Harus mempunyai mental khalifah sejak kecil,” tegasnya.
Dia memberi contoh bagaimana menjadi yang terbaik di lingkungan masing-masing. “Kalau menjadi karyawan ya jadilah karyawan yang terbaik. Jangan kalah kinerjanya dengan kaum Nasrani. Begitu juga bila bekerja di amal usaha Muhammadiyah, maka harus punya semangat mengembangkan,” terangnya.
Ketiga, menerapkan akhlakul karimah. “Yaitu kepemimpinan yang etis, di sana melekat sifat sidiq, tabligh, amanah dan fathanah,” papar Nurhakim.
Pria yang tinggal di Malang itu menegaskan bahwa kepemimpinan politik juga harus bersandarkan pada akhlakul karimah. “Kalau dikasih uang Rp 50 ribu tidak mau, maka dikasih Rp 50 miliar pun harus bisa menolak,” ujarnya.
Dan yang tidak kalah penting, tambahnya, adalah disiplin yaitu mampu mengubah budaya jam karet. Nurhakim mengkritik pemimpin yang kurang bisa menjadi teladan. “Sebagai elit atau tokoh itu wajib memberi contoh. Bila mengundang cantumkan waktu yang jelas dan datanglah lebih awal. Itu baru akhlakul karimah,” cetusnya.
Keempat, pemimpin itu harus bisa memimpin di mana pun dan bisa diterima siapa pun termasuk orang yang membencinya. “Dan itu yang paling sulit. Akan tetapi pemimpin kita bisa melakukannya. Seperti Muad bin Jabal di Yaman, Amru bin Ash di Mesir dan Abu Waqas di Ghoanzu China” lanjut Nurhakim.
Di akhir tausyiah, Nurhakim mengatakan secara universal pemimpin itu harus menerapkan prinsip wasatiyah (moderat), mengerti budaya, dan perkembangannya, serta memiliki jejaring yang luas dan kuat. Jadi, kepemimpinan Islam tak mengenal sektarian Bro! (Uzlifah)