PWMU.CO – Pengajian adalah ruh gerakan. Tapi pengajian tidak boleh berhenti di pengajian. Harus ditindaklanjuti dengan gerakan nyata, untuk membantu menyelesaikan problem keumatan dan kemasyarakatan, seperti yang dilakukan KH Ahmad Dahlan se-abad lalu, saat awal Muhammadiyah berdiri.
Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim Nadjib Hamid menegaskan hal itu di hadapan ratusan jamaah pengajian bulanan Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Panceng, Gresik, yang berlangsung di Masjid Al-Amin, Desa Doudo (14/12/18).
“Ketika mengajarkan tafsir Surat Al-Maun kepada murid-muridnya, beliau (Ahmad Dahlan) mengulang-ulang ayat yang sama sebelum muridnya mempraktikkan isi ayat yang dikaji. Lalu muridnya pun diminta mendata para yatim dan orang miskin, para gelandangan untuk dibantu ekonomi dan pendidikannya,” tutur Nadjib.
Dia menegaskan bahwa bagi Kiai Dahlan, kalau kita hanya mengaji dan shalat, tapi tidak peduli terhadap nasib anak-anak yatim, dan fakir miskin, kita termasuk pendusta agama.
Dalam kesempatan itu, Nadjib juga memuji keberhasilan PCM Panceng dalam mengoordinasikan pengajian keliling ke-10 ranting yang ada di cabangnya.
“Pengajian ini bagus, bisa terlaksana rutin keliling ke setiap ranting. Namun lebih bagus lagi jika dari pengajian ini melahirkan gerakan ekonomi untuk menyantuni anak-anak yatim, dan menolong anggota masyarakat yang terbelit utang piutang,” ujarnya.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa saat ini tidak sedikit warga masyarakat, khususnya pedagang kecil, yang terjerat rentenir. Ia mencontohkan kasus yang menimpa pedagang kecil di pasar rakyat dekat rumahnya, di Surabaya, yang meminjam modal usaha sebesar Rp 1 juta. Tapi dalam tempo dua bulan harus kembali menjadi Rp 1.200.000.
“Padahal waktu pinjam sudah dipotong 10 persen. Ini kan mencekik,” tandasnya.
Karena tidak ada pilihan lain, bagi pedagang kecil, sang rentenir adalah dewa penolong. “Memang ada takmir masjid atau pimpinan ormas yang mau meminjami kami tanpa jaminan?” Nadjib menirukan pertanyaan balik dari mereka mengenai alasan pinjam kepada rentenir.
“Ternyata, jamaah pengajian saya juga terkena jeratan yang sama,” imbuh Ketua Takmir Masjid Ummul Mu’minin Surabaya.
Dia pun kemudian tergerak untuk membantu meminjami mereka modal usaha, tanpa bunga dan biaya administrasi, dari uang zakat pengurus dan jamaah.
“Alhamdulillah, dikawal oleh ibu-ibu pengurus, selama 6 tahun berjalan ini, tidak ada satu pun yang nunggak,” terangnya seraya menyampaikan bahwa jumlah peminjam yang semula hanya 20 orang, dengan rata-rata pinjaman sebesar Rp 400 ribu, kini sudah lebih dari 400 orang dengan pinjaman meningkat rata-rata sebesar Rp 2 juta.
Sehingga jika rata-rata setiap peminjam memiliki 4 anggota keluarga, berati telah ada 1600 orang yang diselamatkan dari jebakan rentenir.
Berkah lain dari kegiatan tersebut, jumlah jamaah pengajian bertambah secara signifikan, naik empat kali lipat dari sebelumnya. “Semula hanya 250 orang, kini lebih banyak dari itu.” tuturnya.
Di akhir ceramahnya, ia mengingatkan bahwa keberhasilan suatu program sangat ditentukan oleh keseriusan dan keikhlasan para pelaksananya. Lebih dari itu, harus ada keteladanan dari para pimpinan.
“Ketika KH Ahmad Dahlan pertama kali melakukan gerakan al-Maun, dengan menyantuni yatim, fakir miskin dan anak telantar, beliau memberi contoh nyata dengan mewakafkan harta bendanya untuk menunjang gerakan. Rumahnya sebagai tempat belajar para siswa, sedangkan uang dan sebagian hartanya, untuk pembiayaan operasional sekolah,” pungkasnya. (Raden Syahid/Ilmi)