PWMU.CO – Para pimpinan Persyarikatan yang tidak support putra-putrinya menggerakkan Angkatan Muda Muhammadiyah berarti masih diragukan totalitasnya terhadap Persyarikatan.
Demikian disampaikan Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Cabang Aisyiyah Klojen Uzlifah di Masjid Al Muslimin Jalan Ade Irma Suryani, Kota Malang (13/1/18).
Di hadapan jamaah pengajian sehat Aisyiyah se-Cabang Klojen, Uzlifah menyampaikan bahwa gerakan amar makruf nahi mungkar di Kota Malang harus bisa dirasakan semua warga. “Maraknya perbuatan amoral di kalangan pelajar seperti merokok, menggunakan obat terlarang sampai pergaulan bebas harus menjadi perhatian semua aktivis Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah,” ujarnya.
Ketua Majelis Pembinaan Kader Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Malang itu menegaskan bahwa gerakan amar makruf nahi mungkar di kalangan pelajar Kota Malang masih sangat minim. Karena hanya berkutat dengan yang sekolah di Muhammadiyah. Padahal puluhan ribu pelajar lain butuh sentuhan dakwah.
“Untuk itu saya sangat berharap siapa pun yang sudah berikrar untuk dakwah Islam melalui Muhammadiyah hendaknya tidak melarang putra-putrinya aktif di AMM, terutama di IPM. Tidak ada satu pun alasan yang tepat melarang anak-anak untuk aktif di IPM,” tegas Ifah, panggilan akrabnya.
“Sekolah di negeri sekalipun, menurutnya, justru harus didorong untuk bisa aktif. Bahkan harus dihidupkan IPM di sekolah-sekolah negeri. Saya kira patut diragukan komitmen dan totalitasnya bila para pimpinan melarang putra-putri, cucu, keponakan, dan sebagainya yang ingin aktif di ortom-ortom,” imbuhnya.
Ifah mencontohkan geliat dakwah pelajar yang ada di Lamongan, Gresik, dan Surabaya. Mereka berhasil membawa misi dakwah pelajar Muhammadiyah di sekolah-sekolah negeri.
“Hal itu bisa menjadi salah satu solusi untuk bisa menciptakan generasi yang kuat. Toh kita semua sebagai orang tua juga selalu diingatkan dalam Alquran surat An-Nisa ayat 9 untuk tidak meninggalkan generasi yang lemah,” papar Ifah.
Dia juga mengingatkan ibu-ibu Aisyiyah yang banyak alasan bila diajak ikut Baitul Arqam. Menurutnya, Baitul Arqam merupakan sebuah proses perkaderan formal yang harus dijalani.
“Bagaimana kita bisa memberi tauladan kalau kita tidak bisa mengajak keluarga dan memimpin diri kita sendiri? Masak kita kalah dengan Chamamah Suratno yang sudah profesor tapi masih semangat mengikuti Baitul Arqam Pimpinan Pusat Aisyiyah setiap kali usai peralihan pimpinan,” jelas Ifah memberi semangat jamaah. (Mif)