Menurut Wahano, untuk jenis yang seperti ini cukup mahal. “Setidaknya butuh dana 4.000 USD. Tergantung opsi dan sensor, serta endurance (daya jelajah). Bahkan bisa mencapai 40 ribu USD,” ungkapnya. Namun para petani tidak perlu cemas, sebab Wahono juga mengembangkan drone yang sangat murah, yaitu kurang dari Rp 3 juta.
Alat yang bisa terbang 2 jam dengan range 65 km ini , tutur Wahono, juga bisa dipakai untuk mendeteksi kekurangan air pada tanaman dan mendeteksi adanya serangan hama atau penyakit. Hasil rekaman “kamera” canggih yang dipasang di dalam drone itu akan dianalisis oleh komputer.
Aktivis Persyarikatan
Mungkin banyak yang tidak menyangka, bahwa dosen yang berhasil menciptakan drone berteknologi canggih ini adalah seorang aktivis Muhammadiyah. Ternyata, Wahono adalah Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Karang Besuki, Cabang Sukun, Kota Malang. Selain itu, Wahono tercatat sebagai Sekretaris Majelis Dikdasmen Kota Malang.
(Baca: Aktivis Muhammadiyah yang “Lahirkan” Petani-Petani Melon Golden Apollo)
Seperti aktivis Muhammadiyah pada umumnya, Wahono juga ikut menghidupkan kegiatan di rantingnya, termasuk mengurus pengajian. “Di ranting, kami mempunyai pengajian rutin. Setiap Ahad pagi untuk bapak-bapak dan ibu-ibu. Sedangkan setiap hari, sehabis shalat maghrib untuk anak-anak. Dan Ahad sore untuk remaja dan pemuda,” jelasnya.
Bahkan rumahnya di Bukit Cemara Tidar J 4 No 33 Malang dijadikan basis kegiatan. “Karena ranting kami belum punya masjid, maka untuk sementara semua pengajian dilakukan di rumah saya. Kecuali jika ada permintaan jamaah untuk dilaksanakan di rumahnya,” katanya.
Ayah dari Ahsanul Hadits Baroya yang sedang menempuh studi S2 Geomatik ITS Surabaya dan Hasina Zikriya Haliya, mahasiswa S1 Arsitektur UNS Solo ini, berharap ada sekolah Muhammadiyah yang memberikan kompetensi drone bagi siswanya. “Insyaallah sedang disiapkan oleh SMK Muhammadiyah 1 Kota Malang,” katanya. (NURFATONI)