PWMU.CO – Pasangan calon yang bertarung dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Timur tahun 2018 diharapkan lebih mengedepankan politik programatik ketimbang politik SARA.
Hal itu disampaikan oleh Sholihul Huda MFilI, pengamat politik dari Univesitas Muhammadiyah Surabaya (UMSurabaya) kepada PWMU.CO, Selasa (23/1/18).
Menurut Sholik, panggilannya, hingga kini, dua kandidat yang bertarung dalam Pilgub Jatim 2018 belum mengeluarkan tawaran program politiknya, terutama program untuk memajukan dan menyejahterakan masyarakat Jatim. Sebaliknya, tim sukses pasangan Gus Ipul (Syaifullah Yusuf)- Puti Guntur Soekarano dan Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak lebih mengedepankan identitas SARA.
”Saya melihat, para kandidat belum tampak tawaran program politik untuk memajukan dan mensejahterakan masyarakat Jatim. Bahkan, di beberapa media baik cetak ataupun medsos, identitas SARA lebih dikedepankan daripada gagasan atau program yang mampu menjawab problem dan kebutuhan masyarakat Jatim,” ujar pria asal Lamongan ini.
Padahal, sambungnya, masyarakat Jatim sedang menunggu program apa saja yang ditawarkan oleh para calon Gubernur dan Wakil Gubernur untuk membangun kemajuan dan mensejahteraan rakyat Jawa Timur. Seperti program mengatasi persoalan pendidikan, kesejahteraan ekonomi dan relasi sosial antarkelompok sosial agama masyarakat Jatim yang masih menjadi problem mendasar masyarakat Jatim.
Sholik menjelaskan, dalam persoalan pendidikan misalnya, peningkatan kualitas pendidikan di Jatim kurang merata. Masih ada disparitas yang lumayan jauh antara di desa dan di Perkotaan. Mulai dari kualitas SDM Guru, Infrastruktur Sekolah, Pendanaan Sekolah, Manajemen kelmbgaan, kesejahteraan Guru Swasta dan networking.
”Karena itu diperlukan program percepatan pembangunan pendidikan di desa-desa di Jawa Timur,” terangnya.
Sholik menambahkan, hal yang juga perlu diperhatikan oleh dua paslon yang berebut kursi nomer 1 dan 2 Jatim itu adalah problem kemiskinan di Jatim yang masih cukup besar. Dijelaskan berdasarkan data BPS Jatim per September 2017, warga miskin di Jatim mencapai 4405, 27 atau 11,20 persen jumlahnya.
Selain itu, angka penganguran di Jatim juga masih cukup besar. Berdasarkan data BPS Jatim tahun 2017 diketahui masih sekitar 800 ribu pengganguran dari diberbagai tingkat pendidikan, yakni SD, SMP, SMA hingga PT.
”Walaupun ada penururunan dibanding tahun 2016, tapi ini tetap jadi pekerjaan rumah besar bagi Gubernur terpilih ke depannya,” ungkapanya.
Tak kalah penting, yang perlu juga diperhatikan adalah relasi kehidupan sosial beragama di Jawa Timur. ”Kita tidak ingin kasus konflik antargolongan agama di Sampang kembali terjadi. Dan jangan sampai kasus Pilkada DKI Jakarta merembet ke Jatim,” harapnya.
Sholik menegaskan, hal terpenting dalam perhelatan ini adalah para kandidat dan tim suksesnya patuh dan taat pada aturan yang telah diatur.
”Saya berharap para pemimpin daerah untuk mrmberikan contoh yang baik bagi warga Jawa Timur untuk mematuhi semua aturan pilkada, jangan menabrak aturan hanya untuk kekuasaan dan menghilangkan etika sehingga Pilgub Jatim aman dan terpilih pemimpin yang berkualitas,” pungkasnya. (Aan)