PWMU.CO – Gencarnya “promosi” Valentine Day alias Valday sebagai Hari Kasih Sayang yang jatuh pada 14 Februari sempat memprihatinkan para guru Muhammadiyah.
Sebab, bukan hanya televisi yang terus memproduksi “iklan” secara gratis dengan pemberitaan-pemberitaan tentang Valday. Tapi ruang-ruang publik lainnya dibombardi oleh “citra positif’ Valday, termasuk meriahnya penyambutan di berbagai minimarket atau supermarket dengan coklat dan mawar nan indah dan menggoda.
Meski begitu, kerja keras yang dilakukan guru-guru Muhammadiyah menanamkan akidah-akhlak pada para muridnya, membuat mereka tetap optimis, bahwa budaya Barat itu tak akan mempengaruhi siswa-siswi Muhammadiyah.
Seperti yang disampaikan Koordinator Marketing SMA Muhammadiyah 1 (Smamsatu) Gresik Dewi Musdalifah via WhatsAPP, Ahad (12/2/18).
“Kehadiran penjual coklat dan bunga mungkin juga mempengaruhi ajakan untuk merayakan Valday. Namun saya kok optimis, anak-anak Muhammadiyah tidak banyak dipengaruhi hal itu. Karena sudah mendapat bekal cukup dari pendidikan di sekolah dan di rumah,” ungkapnya.
Dewi—panggilan akrabnya—menegaskan yang perlu diisukan kepada remaja adalah malu kalau ikut merayakan Valday karena tidak berdasar dan membodohi kita semua.
“Semua guru dan warga sekolah selalu menanamkan bahwa di dalam Islam tidak ada Valday. Anak-anak IPM juga memiliki program kampanye menolak budaya Valday,” tegasnya.
Senada dengan itu, Kepala Smamsatu Gresik Ainul Muttaqin mengaku persiapan menghadapi virus Valday telah dilakukan sekolah dengan cara menggerakkan aksi anti-Valday melalui gerakan yang dikomandani oleh Pimpinan Ranting Ikatan pelajar Muhammadiyah (PR IPM) Smamsatu Gresik berupa edukasi bagaimana menyikapi Valday.
“Secara empiris memang belum pernah dilakukan penelitian apakah ada penurunan gairah siswa terhadap Valday. Namun dapat dirasakan semakin pahamnya anak-anak tentang Valday sehingga ada gerakan-gerakan yang mereka buat sendiri untuk menolak Valday,” tuturnya.
Sementara itu, Affan Achwan, Guru Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah (MIM) 4 Wotan Panceng berpendapat siswa usia Sekolah Dasar (SD) yang sudah kelas 6 pun rawan mengikuti perayaan Valday.
“Mereka masuk pintu gerbang pubertas yang pertama, jadi ya harus diberikan edukasi juga. Sekolah selalu memberikan bimbingan pada anak didik, berkerjasama dengan orang tua dan peran serta masyarakat dalam pengawasan,” ujarnya.
Menurut pengamatannya, remaja Muhammadiyah sekarang sudah semakin sadar dan tidak begitu tertarik dengan Valday.
“Kalau terkait dengan pernak-pernik Valday di toko-toko ya bergantung pada lingkungannya. Tetapi selama kita dari pihak sekolah selalu mengingatkan, insyaallah mereka akan malu sendiri dengan teman-temannya yang juga ikut mengingatkan,” jelasnya.
Begitu juga dengan Kepala SMP Muhammadiyah 1 (Spemutu) Gresik Achmad Ashari yang mengaku selalu melakukan pengarahan dan pemahaman secara kontinu kepada seluruh siswa tentang pemahaman yang salah terkait virus Valday.
“Kita tak bosan-bosannya menjelaskan pada anak-anak maksud buruk apa yang dibudayakan oleh orang-orang kafir untuk merusak generasi muda Muslim lewat peringatan Valday. Kami tidak ingin remaja Muhammadiyah ikut-ikutan merayakannya di luar sekolah,” ungkapnya.
Dia melanjutkan, pernak-pernik Valday jelas berpengaruh apalagi difasilitasi oleh mal-mal yang menyelenggarakan acara khusus.
“Belum lagi masyarakat yang menggembar-gemborkan via medsos, malah tambah besar pengaruhnya bagi remaja. Maka kembali lagi peran sekolah dan orangtua-lah yang kan membentengi anak-anak kita dari pengaruh buruk itu,” pesannya.
Semoga! (Ria Eka Lestari)