PWMU.CO – Popularitas batik sebagai warisan asli Indonesia telah diakui oleh dunia internasional. Sudah seharusnya generasi muda ikut melestarikannya.
Sadar akan hal tersebut, siswa kelas 7 SMP Muhammadiyah 4 Surabaya rela menempuh perjalanan ratusan kilometer ke YogYakarta untuk belajar cara membatik langsung dari ahlinya. Semangat mereka terinspirasi dari pepatah Arab “Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina”.
Kegiatan outing class yang merupakan agenda tahunan sekolah ini memilih Kampung Batik Giriloyo Yogyakarta sebagai tempat belajar membuat batik tulis, Rabu (14/2/18).
Di tempat itu mereka mendapatkan pengetahuan dasar membatik, mulai dari sejarah batik hingga proses finalisasi batik.
Koordinator Batik Desa Giriloyo Said Romli menjelaskan, di kampung ini batik sudah berlangsung turun temurun tiga abad yang lalu.
“Itu karena kampung batik ini terletak di sekitaran Imogiri yang merupakan salah satu pusat kebudayaan Kerajaan Mataram,” jelasnya.
Lebih lanjut Said Romli menjelaskan, acara-acara kerajaan pasti membutuhkan batik sebagai pakaian resmi kerajaan. “Nah, di Kampung Giriloyo inilah batik-batik berkualitas pada zaman Kerajaan Mataram dibuat,” paparnya.
Ia juga menambahkan, desa ini merupakan salah satu dari desa penghasil batik di Yogyakarta. “Saya dipercaya pengrajin batik desa ini sebagai koordinator pengrajin,” ujarnya.
Setelah mendapatkan penjelasan tentang sejarah hingga finalisasi proses batik, siswa diarahkan untuk membentuk kelompok.
Satu kelompok terdiri atas 5 siswa. Peserta yang berjumlah 120 siswa itu dibagi menjadi 22 kelompok kecil dengan satu orang pendamping tiap kelompok. Pendamping siswa ini tiap harinya memang berprofesi sebagai pengrajin batik di Kampung Giriloyo.
Siswa mula-mula diajarkan cara memegang canting yang benar. Kemudian praktik cara mengambil lilin sebagai media batik hingga dituntun untuk mengoleskan lilin cair tersebut pada media kain mori putih. Siswa tampak antusias karena kegiatan ini baru kali pertama mereka lakukan.
“Ternyata membatik ini butuh kesabaran dan ketelitian. Netes sedikit lilin cair ke atas kain mori saja, akan merusak motif batik itu sendiri. Jadi, saya kudu berhati-hati dalam menggoreskan canting,” ujar Emir Arista, salah satu siswa kelas 7.
Hal senada disampaikan Nanik Ratnawati, wali kelas 7 yang ikut mendampingi siswa. “Sempat ndredeg juga ketika menggoreskan canting. Soalnya baru pertama kali. Takut salah dan takut bablas tidak sesuai pola batik,” ungkapnya.
Ketua pelaksana outing class Taufiqur Rohman mengatakan, kegiatan membatik ini dalam rangka mengajak siswa belajar tidak hanya di kelas dan dari guru di sekolah saja.
“Contohnya ya dalam hal membatik ini. Siswa bisa belajar di luar sekolah dengan bantuan tenaga profesional yang ahli di bidangnya,” ujarnya.
Ayo belajar dan mengenal batik lebih dekat. (Taufik/AK)