PWMU.CO – Membangun karakter siswa itu harus dimulai dengan penataan hubungan antara guru dengan siswa yang menjadi semacam kontrak belajar. Dengan begitu ada kesepahaman antara siswa/wali siswa dengan guru. Ada pedoman yang dipakai pegangan bersama. Ada rambu-rambu yang harus dipatuhi kedua belah pihak.
“Kontrak belajar” itu selama ini masih belum seksama sehingga bisa memantik konflik atau setidaknya hubungan yang tidak harmonis guru dengan murid atau wali murid. Ada kasus guru diadukan ke polisi karena memberi sanksi fisik kepada murid yang kemudian ditafsikan sebagai tindak kekerasan.
Bahkan sampai ada kasus guru dipidana karena memberikan hukuman fisik kepada murid. Yang lebih fatal, ada kasus wali murid menganiaya guru. Orang tua dan anaknya kompak menganiaya guu seperti di Makassar. Terakhir, murid menganiaya guru hingga tewas seperti guru Ahmad Budi Cahyanto, guru SMAN 1 Torjun, Kabupaten Sampang (Jawa Timur) karena diduga dianiaya muridnya sendiri, HZF.
Penataan hubungan guru-murid ini bukan hanya untuk mencegah konflik dan disharmonisasi. Yang lebih utama adalah agar proses pendidikan bisa efektif. Guru bisa mendidik muridnya secara benar dalam arti mengembangkan harkat dan martabat kemanusiaannya secara utuh. Bukan sekadar mengajar. Karena pada dasarnya tugas substansial paling utama guru itu adalah mendidik, baru kemudian mengajar.
Istilah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, ada empat tugas utama substansial guru. Pertama, mendidik. Kedua, mendidik. Ketiga, mendidik. Keempat, mengajar.
Dalam penataan hubungan, Muhadjir mengaku terus terang terinspirasi kitab Ta’lim al Muta’allim karya Syekh Burhanuddin Az-Zanurji. Dia menyampaikan itu pada saat silaturahmi dengan sejumlah kiai di Pondok Pesantren Al Ihsan, Omben, Sampang asuhan KH Mahrus Malik, Senin, (12/2/18).
Dalam silaturahmi itu, Mendikbud juga menerima buah pemikiran Aliansi Ulama Madura (AUMA) yang disusun dalam Maklumat Guru.
Kitab Tal’lim al Muta’allim itu menjadi standar wajib di pondok pesantren. Sementara Muhadjir menilai, pesantren telah mampu menjadi contoh pendidikan karakter yang bagus. Yang menjadi masalah, terdapat sekitar 53 juta siswa yang tidak berada di pesantren.
Nah, bagaimana siswa-siswa ini mendapat pendidikan karakter yang kuat seperti halnya santri atau murid di pondok pesantren.
Gayung pun bersambut. KH Mahrus Malik, yang masih kerabat dekat kiai linuwih almarhum KH As’ad Syamsul Arifin, Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Asembagus, Situbondo menegaskan, gagasan Mendikbud itu sangat tepat.
Kitab itu memiliki kandungan sangat lengkap untuk mendidik siswa memiliki akhlak yang mulia. Membangun sikap ikhlas, dedikatif guru. “Di pesantren kitab itu diajarkan selama setahun baru kemudian tarbiyah,” kata KH Mahrus Malik.
Para ulama Madura prihatin dengan terjadinya perilaku murid yang tidak menghormati guru. Bahkan sampai tega dan berani melakukan penganiayaan hingga meninggal dunia.
Guru memiliki posisi yang terhormat di dalam Islam. Guru bagi anak didik itu seperti keberadaan Nabi bagi umatnya. Mendasarkan, pada Quran Surat Fath ayat 9, dengan demikian murid wajib menghormati, melaksanakan dan membela.
Manusia kecuali Nabi dan Rasul menerima ilmu melalui guru. ‘’Ilmu dan pendidikan yang diberikan guru kepada murid itu adalah sebaik-baik pemberian yang menjadikan anak didik beruntung selama-lamanya,’’ kata Mahrus.
Bisakah kitab Ta’lim al Muta’allim diajarkan di sekolah? Kalau berpedoman pada kurikulum yang ada hampir mustahil menjadikan mata pelajaran sendiri. Tetapi, SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo memiliki pengalaman, mengambil insirasi dan saripati kitab itu untuk diajarkan kepada para siswa dengan diintegrasikan kepada kegiatan belajar membelajarkan yang lain. Baik dalam kegiatan intrakurikuler maupun ekstrakurikuler.
Menurut Kepala SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo Aunur Rofiq, kitab itu sangat memadai untuk membangun akhlak murid, khususnya dalam interaksiknya dengan guru. Proses Pendidikan bisa saksama hanya jika murid menghormati guru. Murid percaya kepada guru. Apalagi di tengah jungkir balik nilai-nilai sosial dan keluarga, kitab Ta’lim al Mut’allim adalah jawaban yang tepat. (AH)