PWMU.CO-Menolong korban kecelakaan harus menggunakan prinsip cepat, tepat, selamat. Prinsip 3 At itu yang harus dikedepankan ketika melakukan pertolongan pertama dalam kecelakaan.
Demikian disampaikan Ramanda Wahyusi dan Minyak saat memberikan materi balut bidai pertolongan pertama HW (P2HW) pada acara Diklat Dewan Sughli Daerah Sidoarjo (DSD) yang dilaksanakan di SD Muhammadiyah al-Wathan Pasuruan, Kamis-Sabtu (15-17/2/2018).
Peserta HW dikenalkan penggunaan pembalut kain segitiga yang biasa disebut mitela dan cara memasang bidai atau kayu penahan tulang patah. “Untuk membalut luka kita gunakan mitela. Kalau tidak ada mitela ya kita pakai hasduk HW,” ujar Ramanda Wahyusi sambil meminta seluruh peserta melepas hasduk masing-masing.
Caranya gunakan teknik lipat-tarik lipat-tarik. “Pertama hasduk dibuka lebar kemudian ditekuk dua. Lalu dipegang ujung yang lebar lalu tekuk tengah, tarik, tekuk lagi, tarik, lipat lagi, tarik. Jadi deh,” kata Ramanda Minyak sambil menunjukkan hasilnya.
Kehebohan justru terjadi saat diminta membalut luka di rahang. Seluruh peserta membalut temannya secara bergantian. “Siapa yang membalut seperti pocong?” tanya Ramanda Wahyusi. Pria yang biasa dipanggil Mas Ifo ini menjelaskan, harus menghindari balut seperti pocong. “Walaupun tidak ada larangan, tapi karena kebiasaan itu digunakan orang untuk merawat mayat, nanti dikira korbannya sudah meninggal,” papar Mas Ifo.
Pelatihan memasang bidai untuk membalut patah tulang (fracture) juga seru. Peserta dibagi beberapa kelompok. Ada yang berperan menjadi korban patah tulang tangan atau kaki. Temannya memasang bidai dari kayu untuk menyanggah tulang yang patah lalu dibalut dengan hasduk. (Ernam)