PWMU.CO – Etika atau akhlak Islam terbukti mampu menjadi spirit berekonomi dan berbisnis bagi masyarakat Muslim. Nilai-nilai yang terkandung dalam Alquran dan Alhadis, misalnya, shalat berjamaah, saling sapa dengan senyum dan sikap ramah, serta jujur dalam setiap perkataan, ternyata ampuh menjadi “pendobrak” etos kerja masyarakat. Seperti yang dipraktikkan warga Desa Srowo, Kecamatan Sidayu, Kabupaten Gresik, dalam beberapa tahun terakhir.
Fakta tersebut diangkat dalam Seri Diskusi Bedah Disertasi bertajuk “Islamic Ethics and the Spirit of Industry: Dari Nelayan Tradisional Menjadi Industri“, karya Achmad Fatichuddin yang diselenggarakan Pusat Studi Islam dan Filsafat Universitas Muhammadiyah Malang (PSIF UMM), di Aula Masjid AR Fachruddin, UMM, Kamis (28/4).
Menurut Fatichuddin, pada mulanya kehidupan warga Desa Srowo adalah masyarakat nelayan tradisional sebagaimana pada umumnya yang tampak di sejumlah desa di pantai utara Lamongan–Gresik. Mereka bertempat tinggal di hunian yang kurang layak, berpendidikan rendah, dan mengonsumsi makanan yang tidak sehat setiap hari.
(Baca juga: Perlu Didorong Peran Aisyiyah Perkuat Ekonomi Umat)
Namun, sejak praktik keberagamaan digalakkan pada tahun 2000-an, etos kerja mereka meningkat. Dari masyarakat nelayan tradisional, lalu bergeser menjadi masyarakat industri yang bergerak memproduksi krupuk ikan. “Melalui praktik shalat berjamaah, saling sapa, dan berkelompok dalam pengajian, lalu muncul kesadaran untuk bertindak melakukan transformasi ekonomi yang lebih baik,” ungkapnya.
“Kini pendapatan masyarakat Srowo meningkat lebih baik. Tempat tinggal lebih baik, mengonsumsi makanan bergizi, dan bisa menyekolahkan anak–anak mereka sampai pergurun tinggi,” jelasnya. Yang tak kalah penting, intensitas mereka dalam beribadah dan perhatiannya terhadap kondisi sosial juga mengalami peningkatan. Dia menambahkan, ketika berindustri praktik-praktik etika Islam juga tak ditinggalkan. Misalnya dalam penggajian karyawan, mereka memberi upah tepat waktu. Kemudian, dalam berproduksi krupuk, masyarakat setempat menggunakan bahan-bahan yang halal dan tidak berbahaya untuk dikonsumsi. (NAFI’ MUTHOHIRIN)