Melelahkan Namun Menyenangkan
Kepala Sekolah SMK Dr. Soetomo Surabaya, Juliantono Hadi yang berada dalam satu rombongan bercerita, tahun 2015 dia masuk Palestina dari Jordania bersama Abdul Adzim Irsad. Ndilalah (baca: kebetulan) Abdul Adzim yang pernah kuliah di Ummul Qura University Mekkah itu mengalami nasib serupa; kejadian dicegat oleh petugas pemindai manual.
“Pak Adzim diperiksa empat jam lamanya” tutur Anton, panggilan akrab Juliantono Hadi. Pemeriksaan imigrasi Israel dari arah Mesir menurut Anton masih ringan. Dari Jordania agak berat karena ada sekitar enam lapis pemeriksaaan.
Saya punya pendapat, justru dengan pemindai manual ini pengamanan Israel patut diacungi jempol. Israel nyaris luput dari usaha pengeboman atau serangan senjata langsung seperti kejadian di negara lain. Israel bertarung di kawasan konflik seperti di jalur Gaza, Tepi Barat atau di area pemukiman Jerusalem lainnya.
Israel mengalami perlawanan sengit dari dalam, sedangkan dari luar pengamanan Israel sangat ketat. Pengamanan, entah ketat atau longgar merupakan otoritas politik sebuah negara. Dikutuk dari segala penjuru dunia, fakta di lapangan memperlihatkan bahwa Israel memegang kendali otoritas politik.
Mengunjungi Al Aqsa di Jerusalem -Palestina, menjadi dambaan setiap orang. Jerusalem konon disebut kota Tiga Tanah Suci Tiga Agama Samawi. Milik umat Islam, Yahudi, dan Kristen Ortodok.
Umat Islam dengan Masjidil Aqsa seluas 144.000 meter persegi di dalamnya terdapat beberapa masjid (dua terbesar adalah Dome of The Rock dan Masjid Kibly). Kaum Kristiani mempunyai Gereja Kimayah yang diyakini sebagai tempat Yesus disalib. Sedangkan umat Yahudi mempunyai tempat ibadah berupa Tembok Ratapan.
Pintu masuk menuju wilayah Palestina bisa melalui Mesir atau lewat Jordania, semuanya ditempuh lewat jalur darat. Tetapi harus diingat pergi ke sana bukan persoalan mudah. Otoritas kekuasaan 100 persen berada di tangan Israel.
Visa kedatangan gampang-gampang susah. Bahkan bisa keluar beberapa jam sebelum rombongan tiba memasuki wilayah Palestina. Tidak sedikit rombongan ditolak masuk oleh pihak Israel meskipun mereka sudah berada di ambang perbatasan.
Berangkat dan pulang menuju Palestina –dari wilayah Mesir, pengamanan terasa sangat ketat. Jalanan lebar, mulus dan menyerupai jalan tol. Belum sempat nyenyak tidur sebentar-sebentar bis harus berhenti, atau setidaknya jalan pelan-pelan. Barikade kawat berduri disertai pasukan bersenjata di kanan-kiri.
Jika pada waktu berangkat dari Taba kami melakukan perjalanan pagi hari menghabiskan waktu 12 jam lamanya disertai berhenti di beberapa tempat makam para nabi. Pulangnya dari Palestina langsung menuju Mesir memakan waktu hampir 16 jam. Perjalanan balik dilakukan melalui rute sedikit berputar karena berjalan pada malam hari.
Selama berada di Mesir dan Palestina Manaya Indonesia bekerjasama dengan travel MISR milik BUMN Mesir sehingga relatif aman. Petugas pengamanan travel cukup melambaikan tangan dari dalam bis ketika berada di cek poin.
Sekali tempo mereka turun dari bis jika ada sesuatu yang dinilai kurang layak. Dari Kairo sampai perbatasan Taba yang berjarak 500 kilometer tercatat ada 19 cek poin.
Begitulah, selama tiga hari dua malam berada di bumi Palestina terasa melelahkan namun juga sekaligus menyenangkan! Menginjak hari kedua, di tengah perjalanan sekembalinya dari Hebron tiba-tiba bis disetop petugas keamanan. Setelah berhenti dua tentara bersenjata, satu pria dan satu lagi perempuan masuk ke dalam bis memeriksa rombongan kami.
Tentara pria berjalan pelan menuju ke belakang, sedangkan yang perempuan bersiaga di samping pengemudi bis. Persis berada di damping saya, moncong senjata laras panjang milik tentara pria menyenggol pundak kiri. Dia berbalik arah, lalu menepuk pundak kiri saya sambil berkata, “Sorry, well okay.”
Sungguh mati, tadi pas menyentuh pundak saya sama sekali tak pernah berharap senjatanya bakal meletus. Alhamdulillah.
Selalu ada kejutan menuju Palestina. Dengan kalimat lain, meminjam istilah Mukharam Khadafi, owner Manaya Indonesia: “Segala sesuatu bisa saja terjadi”.