PWMU.CO – Keberadaan portal berita online laksana jamur di musim hujan. Semua berlomba menyuguhkan berita hangat, dengan kekhasan masing-masing. Tujuannya tidak lain adalah menarik minat pembaca. 18 Maret 2018 kemarin, PWMU.CO genap berusia 2 tahun. Resepsi syukur atas nikmat ketahanan itu dihelat dalam acara diskusi publik pada 25 Maret ini.
PWMU.CO hadir sebagai salah satu pilihan yang berusaha menyajikan berita terkini dan tuntunan. Tentu saja dengan akurasi dan validitas yang bisa dipertanggungjawabkan. Dengan tagline ‘DakwahBerkemajuan’, PWMU.CO ingin menyajikan kabar kegiatan Muhammadiyah, dan sikap-sikap Persyarikatan dalam menghadapi dinamika kebangsaan, keumatan, dan kemanusiaan kekinian.
Ratusan kontributor hadir sebagai tombak keberlangsungan portal ini. Tanpa kontributor, PWMU.CO mungkin entah jadi apa. Meski, belum tentu bukan apa-apa pula. Dengan semangat ‘jihad digital’, mereka luar biasa turut menyumbangkan keberlangsungan PWMU.CO sampai hari ini dengan segala kekurang dan kelebihannya.
2 tahun sudah berlalu. Eforia keluarga besar PWMU.CO juga tak kalah hebohnya. Lantas apakah sampai di situ? Padahal tantangan zaman terus bergerak maju tanpa mau mundur?
Dalam beberapa kesempatan, seringkali wartawan senior Jawa Pos, Mas Rohman Budijanto, memberi tantangan pada PWMU.CO. Tantangan senada juga seringkali dilontarkan wartawan senior SBO TV, Mas Agus Fanani. Singkat kata, kata keduanya, suara resmi Muhammadiyah Jatim ini harus ‘naik kelas’. Sebuah tantangan besar yang, apalagi masing-masing personalia yang terlibat di dalamnya punya ragam kesibukan tersendiri.
Tantangan apa saja yang harus dihadapi PWMU.CO untuk ‘naik kelas’? Dalam catatan penulis, setidaknya ada beberapa macam. Pertama, PWMU.CO harus meningkatkan kualitas berita dari sekedar “pengumuman” menjadi lebih menukik ke “balik” pengumuman.
Selama ini tidak sedikit pemberitaan PWMU.CO yang masih menyajikan “pengumuman”. Ada acara, di mana, kapan, siapa yang mengadakan, berapa jumlah pesertanya. Padahal, di balik acara tersebut ada sisi menarik yang harus diungkap. Dan, ini yang belum banyak dilakukan. Meski, sebagian sudah melakukannya.
Belum banyak pemberitaan yang bersifat mendalam, yang menyajikan tulisan dan infografik serta analisis berdasarkan fakta dan data. Tentu ini menjadi tantangan tersendiri untuk PWMU.CO.
Tantangan kedua, sebagai portal yang mendeklair sebagai berita berkemajuan, PWMU.CO harus mengurangi pemberitaan yang membangga-banggakan diri sendiri atau membanding-bandingkan diri dengan organisasi lain. Membanggakan diri, apalagi dilakukan oleh kalangan sendiri, harus harus dikurangi. Kalaupun ada sebuah prestasi yang membanggakan, biarlah tulisan termaktub yang mengabarkannya secara tersirat.
Tantangan ketiga, sebagai portal berita dakwah, PWMU.CO diharapkan bisa menyajikan laporan yang sekaligus sebagai tuntunan untuk umat Islam. Dunia digital secara nyata menunjukkan tentang pertarungan “bebas” wacana. Sebab, ia sangat terbuka pada wacana apa pun tanpa seleksi.
Dengan model Islam Berkemajuan yang diusung, tersaji ragam tantangan pemikiran di dunia digital bagi Muhammadiyah. Tidak sedikit berbagai “pemikiran” yang menganpanyekan bid’ah, khurafat maupun takhayyul, begitu bebas berkeliaran di dunia maya. Termasuk mereka yang “mendelegitimasi” ajaran agama Islam, juga bukan perkara sulit yang ditemukan.
Pada sisi lain, tidak banyak produksi pemikiran yang mengcounter berbagai pemikiran yang jauh dari nilai-nilai Islam Berkemajuan itu. Sebagai contoh, seperti saat Maret 2018 ini, tidak sedikit wacana tentang “kesunnahan” puasa Rajab dan sejenisnya. Padahal merujuk pada al-Quran dan hadits, tidak ditemukan nash agama yang memerintahkan umat Islam untuk melakukannya. Argumentasi atas ketidakberesan melakukan berbagai amalan Rajab ini seringkali masih kekurangan daya dorong.
“Pelecehan” pada istilah agama Islam juga tidak kalah massifnya di dunia maya. Misalnya saja tentang istilah “Sunnah Rasul”. Sebuah idiom kebajikan, kini tidak sedikit masyarakat yang menisbatkannya sebagai “Malam Jum’at” yang identik dengan hubungan seksual suami-istri. Suara digital yang mengoreksi “penyalahgunaan” istilah semacam ini masih sangat minim, termasuk dari PWMU.CO sekali pun.
Sedangkan tantangan keempat, tetap menjaga hubungan baik antara redaktur dan kontributor. Mengapresiasi kontributor yang telah baik tulisannya, dan memotivasi bagi yang masih harus “lebih banyak belajar” memang bukan pekerjaan yang mudah. Apalagi dengan kontributor yang beragam kemampuannya dalam menyuguhkan berita, dengan posisi sebagai valounteer atau sukarela. Intinya, redaktur memang harus punya “kelebihan” dalam menata dan merawat rasa
Bagaimana merawat ghirah kontributor agar tetap menyala, dan juga politik Redaksi tentu menjadi tantangan tersendiri. Bahwa mengelola media dengan khas PWMU.CO, bukan perkara yang mudah. Di ujung sini ada redaktur yang punya ragam kesibukan sendiri, dan kontributor sukarelawan yang juga sama-sama punya kesibukan. Di ujung sana terdapat tantangan zaman yang tak bisa dianggap remeh bagi dakwah Islam Berkemajuan. Milad ke-2 PWMU.CO, semoga ‘bisa naik kelas’.
Kolom ini ditulis oleh Arifah Wikansari, Redaktur PWMU.CO