PWMU– Dusun Ketangi berada di lereng atas Pegunungan Tengger di kawasan Desa Lumbang, Kecamatan Lumbang, Kabupaten Probolinggo. Di dusun terpencil di ketinggian 1.224 meter dpl itu, di antara penduduknya hanya terdapat lima keluarga Muhammadiyah.
Namun di dusun ini terdapat TK-PAUD Aisyiyah Bustanul Athfal yang menjadi favorite masyarakat menyekolahkan anaknya. ”Mula-mula kami mendirikan PAUD tahun 2005. Jumlah siswanya 36 anak dibagi dua kelas Alif dan Ba,” cerita Ketua PCM Lumbang Ahmad Ridho Pambudi ditemui di Masjid Siti Aisyah, Kota Probolinggo, Ahad (1/4/2018) lalu.
Dua tahun kemudian, tahun 2007, ketika anak-anak PAUD itu lulus, dibukalah TK Aisyiyah Bustanul Athfal (ABA) untuk melanjutkan pendidikannya. Ternyata tahun perdana berdiri, animo masyarakat menyekolahkan anaknya ke TK ini sangat tinggi. Mencapai 80 siswa.
”Selain dari Lumbang, murid-murid berasal dari sejumlah kecamatan seperti Sukapura dan Wonomerto, bahkan ada empat siswa berasal dari Kabupaten Pasuruan,” ujar Ridho yang juga guru SMP Negeri 4 Sukapura itu.
Lokasi TK ABA di Dusun Ketangi memang berbatasan dengan kawasan timur Kabupaten Pasuruan. Dua kabupaten itu terpisah Sungai Laweyan, yang berhulu di punggung Pegunungan Tengger.
Kung Ridho, panggilan akrab Ahmad Ridho Pambudi menceritakan rencana pendirian lembaga pendidikan yang dikelola PCM selalu menghadapi sejumlah kendala. TK ABA itu sudah direncanakan berdiri 1997.
”Ada penolakan dari sebagian kecil masyarakat dan birokrasi lokal,” ujar Kung Ridho, panggilan akrabnya. ”Halangan klasiknya, tentu soal dana, karena kami minoritas di dusun itu,” tuturnya.
Ketika murid TK ABA lulus, ujar Kung Ridho, para walimurid selalu menyampaikan keinginan agar membangun SD Muhammadiyah untuk kesinambungan metode pendidikan yang sudah berkualitas itu. Keinginan itu disampaikan ke PDM Kabupaten Probolinggo, bahkan ke PWM Jatim.
Tahun 2014, sejumlah pengurus PWM dan PWA Jawa Timur, Nadjib Hamid, Syafiq A. Mughni, dan Nelly Asnifati berkunjung ke dusun di lereng atas Gunung Bromo itu untuk acara pengajian.
Saat disampaikan rencana pembangunan SD, cerita Kung Ridho, Nadjib Hamid menawari uang Rp 10 juta, ditambah lagi Rp 1 juta disertai pertanyaan, apakah cukup untuk pembangunan satu lokal SD? ”Pak Supari, sesepuh Muhammadiyah di Ketangi menjawab pendek, Insya Allah, cukup,” kenang Kung Ridho.
Kebetulan pada akhir November 2014, ada sebuah fondasi bangunan yang rencananya untuk panti wreda. Karena pembangunan SD lebih mendesak dan penting, maka fondasi itu dialihkan untuk bangunan SD Muhammadiyah.
Tanggal 3 Desember 2014, PCM bermaksud menggelar peletakan batu pertama gedung SD Muhammadiyah. Tetapi pada H-1 (2 Desember 2014), PCM dipanggil Polsek Lumbang. Polisi menyampaikan, ada keresahan di masyarakat. Demi ketenangan diminta pembangunan SD Muhammadiyah dihentikan.
Acara peletakan batu pertama dibatalkan tapi pembangunan gedung terus dikerjakan. Sebab Ridho menjelaskan, saat itu PCM lagi bersemangat. Dalam proses pembangunan, ada donatur, pengusaha dari Malang menyumbang Rp 50 juta. ”Pengusaha dari Malang itu, Pak Agus punya usaha Hotel Istana Petani di Desa Sapikerep, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo,” ujar guru SMP Negeri 4 Sukapura itu.
Tidak sebatas menyumbang dana untuk SD Muhammadiyah, Agus yang pernah bekerja di perusahaan perminyakan di Timur Tengah (Abu Dhabi) bahkan menghibahkan 30 persen saham Hotel Istana Petani. ”Makanya melalui grup WA Muhammadiyah, kami berani promosi, khusus warga Muhammadiyah yang menginap di Hotel Istana Petani atau biasa kami sebut Hotel-Mu, kami beri diskon 30 persen,” ujarnya.
Desember 2014 gedung SD Muhammadiyah selesai dibangun. Gedung yang sudah mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) itu hendak diresmikan Januari 2015. Lagi-lagi ada penolakan sebagian kecil anggota masyarakat.
”Bahkan ada pihak yang mendatangi rumah-rumah calon walimurid SD Muhammadiyah. Tujuannya agar mereka membatalkan menyekolahkan anaknya di SD Muhammadiyah,” ujar Kung Ridho.
Dari sebanyak 25 calon walimurid, akhirnya yang bertahan hanya 11 calon walimurid yang tetap ingin menyekolahkan anaknya ke SD Muhammadiyah. Kondisi ini semakin runyam setelah muncul aturan baru, sekolah yang belum mengantongi izin operasional, tidak boleh menerima murid baru.
Sebenarnya, untuk menyelesaikan kemelut pendirian SD Muhammadiyah ini, Wakil Bupati (Wabup) HA Timbul Prihanjoko dan Kadispendik Tutug Edi Utomo sempat turun tangan. ”Pak Wabup, juga Pak Kadispendik menyatakan, pada prinsipnya tidak ada yang salah dengan pendirian SD Muhammadiyah di Dusun Ketangi,” ujar Kung Ridho.
Untuk menghindari gesekan dengan orang-orang yang tak menyukai, harapan memiliki SD Muhammadiyah disimpan dulu. Untuk sementara gedung SD yang sudah jadi digunakan untuk TK ABA. (Ikhsan Mahmudi)