PWMU.CO – Warga Muhammadiyah itu heterogen, termasuk pimpinannya. Berasal dari pendidikan dan latar belakang yang berbeda. Sayangnya, masih ada saja dijumpai pimpinan yang gagap dan kagetan dengan idelogi lain, lalu tertarik dengan ideologi tersebut.
Hal itu disampaikan oleh Nadjib Hamid, ketika menyampaikan materi Pelatihan Peningkatan Kualitas Muballigh (PKM) Muhammadiyah, di Gedung Dakwah Muhammadiyah Cabang Solokuro (15/4/2018).
Dalam kesempatan tersebut Nadjib juga membeberkan beberapa fakta yang menjadi tantangan eksternal, di antaranya stigma “negatif” yang diberikan orang lain. “Seusai shalat Jumat, saya ditanya salah satu jamaah, yang meragukan dan tidak yakin kalau saya orang Muhammadiyah. Alasannya karena umumnya bacaan al-Quran orang Muhammadiyah kurang bagus,” cerita pria lulusan Ma’had Ali Lil Fiqhi wad Dakwah Manarul Islam, Bangil ini.
Nadjib berharap kepada para Muballigh Muhammadiyah agar menghilangan cap bahwa bacaan imam orang Muhammadiyah itu jelek, dengan cara terus melatih diri dan membekali jamaah.
Selain tantangan eksternal tersebut, lanjut Pemimpin Umum Majalah Matan tersebut, masih ada muballigh Muhammadiyah yang suka membid’ahkan pemahaman orang yang berbeda. Yang menyedihkan, tuduhan itu tanpa dibarengi dalil yang cukup, selain hanya berkata “zaman Nabi tidak ada”.
Nadjib mencontohkan, ada seorang muballigh yang tegas mengharamkan peringatan hari ulang tahun (Ultah) kelahiran karena itu bagian dari perilaku orang kafir. Tapi ketika ditanya tentang hukum milad Muhammadiyah, dengan cepat dia menjawab wajib. “Padahal substansi pertanyaan sama, hanya berbeda bahasa saja,” jelas Nadjib.
Maka Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah JawaTimur ini, berpesan agar muballigh dan aktivis Muhammadiyah terus memperluas wawasan keagamaan.
Pria asal Paciran Lamongan, ini berharap agar muballigh Muhammadiyah mulai “membenahi” cara berdakwah agar lebih familiar. “Jangan asal menyalahkan orang lain yang berbeda, jagalah perasaan orang lain,” tandasnya. (mohamad su’ud)