PWMU.CO – Selain pentingnya muballigh Muhammadiyah meningkatkan kapasitas diri, ada persoalan lain yang perlu dicermati secara seksama. Terutama dalam masalah politik dengan segala variannya. Demikian disampaikan Nadjib Hamid MSi dalam Pelatihan Peningkatan Kualitas Muballigh (PKM) Muhammadiyah, di Gedung Dakwah Muhammadiyah Cabang Solokuro (15/4/2018).
Menyoroti dinamika perpolitikan mutakhir, Nadjib menyampaikan bahwa secara de facto hampir tidak ada elit parpol yang punya komitmen keummatan selain pragmatisme belaka. “Hampir semua partai, ideologinya adalah Soekarno-Hatta,” tandas Nadjib sembari menunjuk uang seratus ribu, yang merupakan simbol pragmatisme.
Dalam kasus Pilkada DKI Jakarta, menurut Nadjib, memang ada pengecualian. Sebab, saat itu ada yang dianggap musuh bersama, yaitu Ahok yang keplicut soal ayat al-Maidah 51. Maka Nadjib mengimbau, hendaknya dalam memandang politik bukan sebagai “aqidah”, tapi persoalan muamalah dunyawiyah yang dinamis.
“Politik itu cair dan dinamis. Jangan disikapi secara membabi buta, karena hal itu bisa menimbulkan sakit hati,” tanda Nadjib. Dicontohkan dalam soal koalisi partai, tidak ada koalisi yang permanen. Di Jakarta, tiga partai (PAN, PKS dan Gerindra) bisa bersatu. Tapi di Jatim sudah pecah kongsi. Belum lagi koalisi di Pilwali/Pilbup, semua berubah.
Tapi Nadjib mengingatkan bahwa politik itu penting, maka tidak sepatutnya untuk dijauhi. Mengingat tidak ada satu persoalan dalam kehidupan ini yang bisa lepas dari kebijakan politik. Bagi dia, inti politik itu lobi dan komunikasi.
“Maka lakukanlah lobi dan komunikasi dengan semua kekuatan yang punya pengaruh besar dalam kebijakan politik, bukan hanya dengan yang kecil-kecil yang pengaruhnya tidak signifikan,” pesannya. “Soal memilih calon, masing-masing punya hak untuk menentukan pilhan terbaiknya.”
Putaran terakhir PKM ini, diikuti 140 peserta dari Cabang Laren dan Solokuro, plus 16 personil Majelis Tabligh PDM Lamongan yang setia mendampingi sejak awal hingga akhir acara. (mohamad su’ud)