Para peneliti Muhammadiyang memang berbeda pendapat tentang peristiwa monumental tentang pendirian sekolah KH Ahmad Dahlan ini. Hanya satu yang pasti, sekolah ini didirikan sebelum KH Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah. Menurut DR Haedar Nashir, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah 2015-2020, yang banyak diamini banyak peneliti lain, pendirian sekolah ini terjadi pada 1 Desember 1911.
Namun jika merujuk pada pendapat Guru Besar Pendidikan Islam dari UIN Sunan Kalijaga, Prof Abdul Munir Mulkhan, pendirian sekolah ini lebih lama lagi usianya. “Di sekitar tahun keanggotaannya (Kiai Dahlan, –red) dalam Boedi Oetomo yakni antara tahun 1908-1909, Kiai mendirikan sekolah yang pertama secara formal yakni Madrasah Ibtidaiyyah,” tulisnya. “Sekolah tersebut dikelola secara modern dengan metode dan kurikulum baru: antara lain diajarkan berbagai ilmu pengetahuan yang berkembang pada awal abad 20,” tambah Mulkhan.
Meski berbeda tahun, –dan anggaplah peristiwa itu memang terjadi pada tahun 1911–, sekolah yang didirikan KH Ahmad Dahlan ini tercatat sebagai sekolah pertama yang berusaha mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia. Bahkan atas inovasinya dalam metode mengajar dan kurikulum, Kiai Dahlan didakwa menyeleweng dari Islam oleh sebagian umat Islam yang beku pikirannya. “Mereka menuduh KHA. Dahlan sudah murtad, sudah Kristen, dan lain sebagainya,” tulis kesaksian Syoedja’.
Menanggapai berbagai tuduhan itu, Kiai Dahlan menyatakan ia memang tidak perlu dilayani dengan dibantah dan dimurkai serta dibenci. “Tetapi cukuplah dibiarkan dan dilayani dengan tenang dan sabar, tentu mereka dengan sendirinya akan mengerti dan insyaf di hari mendatang,” tambah Syoedja’.
Ucapan Kiai Dahlan cukup terbukti, karena muridnya terus bertambah. Untuk mewadahinya, pada 1913, Kiai mendirikan ruang kelas di sebelah timur. Barulah pada 1919 ruang kelas dipindahkan ke sebelah selatan Masjid Gedhe di atas tanah hibah dari Sultan yang kemudian dinamakan Sekolah Dasar Muhammadiyah Pawiyatan.
Perkembangan sekolah yang didirikan Kiai Dahlan semakin pesat, seiring dengan pendirian organisasi Muhammadiyah. Bahkan pada 1922, tahun bersamaan dengan Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman Siswa, sekolah Muhammadiyah telah berdiri di berbagai tempat. “Satu tahun sebelum Kiai wafat, tahun 1922 (Kiai wafat pada tahun 1923), 8 jenis sekolahan telah didirikan Muhammadiyah dengan 73 orang guru dan 1.019 orang siswa,” tulis Munir Mulkhan.
Dalam catatan Mulkhan, sekolah itu adalah Opleiding School di Magelang (Jawa Tengah), Kweek School di Magelang dan Purworejo (Jawa Tengah), Normaal School di Blitar, NBS di Bandung (Jawa Barat), Algemeene Midelbar School di Surabaya (Jawa Timur), TS di Yogyakarta, Sekolah Guru di Kotagede (Yogyakarta), dan Hoogere Kweek School di Purworejo (Jawa Tengah). Sudah tentu ini belum termasuk sekolah yang berada di Kauman, Lempuyangan, Suronatan, dan Karangkajen, yang semuanya di Yogyakarta.
Ketika Muhammadiyah (melalui peran ketuanya: KH Ahmad Dahlan) punya 12 sekolah yang mengajarkan nasionalisme, Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman Siswa. Tepatnya 3 Juli 1922. Namun, uniknya pada tokoh yang lahir kemudian ini dilekatkan istilah “Hari Pendidikan Nasional” dan “Bapak Pendidikan”.
Ada yang berkelakar, jika yang belakangan saja dielu-elukan sebagai “Bapak Pendidikan”, maka yang duluan adalah “Bapaknya Bapak Pendidikan”. Ada juga yang berkelakar, KH Ahmad Dalan dilupakan karena wafat sebelum kemerdekaan RI sehingga tidak pernah menjadi Menteri Pendidikan. Sementara Ki Hajar Dewantara pernah didaulat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, yang pertama ketika Indonesia merdeka lagi. Begitulah …. (paradis alhaedar)