
PWMU.CO-Perjuangan untuk dapat mengembangkan lembaga pendidikan Muhammadiyah di daerah ‘minoritas’ Muhammadiyah memang tidak mudah. Butuh pengorbanan dan keikhlasan. Paling tidak, itulah yang dirasakan oleh M. Natsir saat merintis pendirian SD Muhammadiyah Tanjung, Sampang, Madura pada 2013 lalu.
Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Tanjung ini bukan hanya menguras pikiran dan tenaganya, tetapi juga harus membiayai gaji para guru yang mengajar. “Selama satu tahun honor (HR) guru SDM Tanjung saya bayar pakai uang pribadi saya. Uang itu saya sisihkan dari gaji PNS saya,” ujar pria yang berstatus pegawai Negeri sipil (PNS) di lingkungan Kementrian Agama (Kemenag) Sampang di ruang rapat Kantor PWM Jatim, Jumat (20/4/2018).
Natsir kemudian menceritakan, pada 2013 lalu, PCM Tanjung yang sebelumnya hanya memiliki Taman Kanak-kanak (TK) Aisyiyah Bustanul Athfal (ABA) berniat mendirikan Sekolah Dasar (SD). Keinginan itu pun gayung bersambut. Sutarjo (alm), warga Desa Tanjung memberi dukungan atas rencana itu, bahkan merelakan mewakafkan tanahnya untuk keperluan rencana pendirian SD Muhammadiyah.
Setelah ada tanah, lanjut Natsir, segenap warga Muhammadiyah Tanjung bergerak menghimpun dana untuk keperluan pembangunan gedung kelas sekolah. “Alhamdulillah. Selain dapat dari warga dan lainnya, kami juga menerima bantuan uang Rp 30 juta. Kalau gak salah dari PWA (Pimpinan Wilayah Aisyiyah) Jatim. Uang yang terkumpul itu pun kami pakai membangung 3 ruang kelas,” terang dia.
Setalah gedung SDM Tanjung berdiri dan sekolah mulai menerima siswa, lanjut dia, ternyata bukan akhir dari segalanya. Persoalan lain muncul, yakni terkait dengan persoalan operasional karena lembaga pendidikan bukan hanya berhenti pada keberadaan gedung dan siswa, tetapi juga lainnya. Salah satunya soal operasional guru, mengingat sejak berdiri, SDM Tanjung, Sampang tidak memungut biaya dari siswa didik alias gratis. Padahal, jumlah guru waktu itu tercatat ada 7 orang.
“Jadi selama satu tahun itu honor 7 guru berkisar Rp 150-400 ribu per guru itu saya ambilkan dari gaji saya,” ujar Natsir yang menjadi Kepala SDM Tanjung pertama.
Tentu, kata dia, gaji para guru menjadi persoalan sendiri yang harus dipikirkan karena kebijakan untuk mengratiskan biaya siswa tetap ditempuh agar SDM Tanjung bisa menerima banyak siswa. Pihaknya, tentu harus memutar otak untuk mencari solusi atas persoalan itu, sehingga dirinya perlu mencari terobosan, termasuk harus menyisihkan gaji PNS-nya untuk biaya honor guru.
“Alhamdulillah. Meski Muhammadiyah di sana minoritas, tapi warga tak segan menyekolahkan anaknya ke SDM Tanjung,” paparnya.
Satu tahun berselang, tepatnya pada 2014, honor guru lalu ditanggung PDM Sampang.”Itu pun berasal dari urunan anggota PDM Sampang,” tuturnya.
Baru pada 2015, honor guru SDM Tanjung dibayar memanfaatkan dana Bantuan Opetasional Sekolah (BOS). “Sejak tahun 2015 honor guru yang kini berjumlah 11 orang dibayar pakai dana bos,” tuturnya.
Kini, sambung Natsir, SDM Tanjung berniat memperluas gedung sekolah dengan membangun gedung baru di atas tanah yang telah terbeli. “Tanah sudah lunas terbeli setelah dapat bantuan dari Majelis Dikdasmen PWM Jatim Rp 35 Juta. Nah, tinggal biaya pembangunan gedung yang belum ada. Kami mohon bantuannya,” pintanya. (Aan)