PWMU.CO – Membaca dan mengkaji sejarah itu sangat penting. Apalagi, mengkaji sejarah asal usul ilmu. Sebab, mengkaji sejarah ilmu sama dengan ilmu itu sendiri.
Dosen Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Ulil Bahruddin menyampaikan itu dalam acara Kajian Penyegaran Metodologis Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur di Aula Mas Mansyur Kantor PWM Jatim, Ahad (23/4/18). Ulil dalam kesempatan itu memberikan materi tentang sejarah ushul fikih.
Ulil menerangkan, melalui sejarah seseorang akan dapat mengetahui dengan jelas hakikat yang sesungguhnya tentang ilmu yang dipelajari. Sejarah juga akan menceritakan perkembangan suatu ilmu sejak awal kelahirannya hingga menjadi ilmu yang matang.
Disebutkan, kelahiran ilmu ushul fikih misalnya, selalu bersamaan dengan lahirnya fikih itu sendiri. “Tidak mungkin lahir ilmu fikih tanpa diikuti dengan ushul yang metode dalam menentukan hukum fikih dari sumbernya,” katanya di hadapan ratusan ulama tarjih Muhammadiyah.
Ulil mengungkapkan, dalam mengkaji sejarah ilmu fikih cara yang paling pas adalah mengkaji tarikh tasyri‘ atau sejarah perkembangan hukum Islam itu sendiri. Akan tetapi, lanjut dia, ulama ahli syari’ah memiliki pendapat yang berbeda-beda soal pembagian periode tarikh tasyri’ ini.
“Meski ada perbedaan periode tarikh tasyri’, namun jumhur ulama sepakat tahapan atau periodisasi. Ada yang menyebut empat dan ada yang menyebut lima,” jelasnya.
Ulil mencontohkan, Ali Jum’ah dalam bukunya Sejarah Ushul Fikih misalnya, membagi periode tarikh tasyri’ menjadi empat periode. Yakni periode sahabat dan tabi’in, periode mujtahid, periode taqlid, dan periode kekinian.
“Dari empat periode itu, dua periode pertama adalah yang paling istimewa,” paparnya. (Aan)