PWMU.CO – Seni lukis damar kurung karya seniman Gresik, mendiang Mbah Masmundari, menarik perhatian Talitha Shahiza.
Siswa kelas VII SMP Muhammadiyah 12 GKB tersebut akan mengupas nilai-nilai yang ada di dalam karya tersebut untuk diikutkan pada Lomba Menulis Esai (LME) yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama.
“Pertama kali melihat lukisan damar kurung, saya juga sempat tertawa karena lucu,” ujar Talitha Shahiza, ketika ditemui di perpustakaan sekolah, Selasa (24/4/18).
Tetapi, sambungnya, di balik kelucuan dan keunikan lukisan dalam damar kurung itu, kita bisa mencermati dengan teliti beberapa karakter anak, masyarakat pesisir, dan juga tradisi keagamaan orang Gresik mulai zaman dulu.
“Misalnya, ada nelayan, acara Agustusan, kehidupan keagamaan ketika bulan puasa, shalat berjamaah, perayaan Idul Fitri, unjung-unjung, lelang bandeng, anak menari, main layang-layang, menabuh bedug, ada becak, helikopter, pesawat, mobil, gerobak, atau acara kemanten sunat,” ungkapnya.
Karakter-karakter itu, menutut dia, sangat menarik sehingga perlu diteliti pesan moralnya. “Selain itu, nilai-nilai itu juga sangat penting untuk dijadikan sebagai referensi generasi muda dalam mewarisi nilai kearifan lokal,” ungkapnya.
Menurut Talitha, nilai edukasi dalam Damar Kurung sangat kental sehingga bisa dijadikan sebagai rujukan dalam mempelajari dan mewarisi budaya.
Keseriusan Talitha meneliti damar kurung juga dilandasi oleh kekhawatiran dia karena banyak siswa tingkat SD-SMA yang berdomisili di Gresik banyak yang tidak tahu bahkan tidak paham pada nilai-nilai kearifan lokal ini.
“Sangat disayangkan apabila remaja sekarang lebih gandrung dengan gadget dan tidak mengetahui tradisi budaya seni khas daerahnya,” ujarnya.
Agar penelitiannya lebih mendalam, Talitha berencana melakukan wawancara dengan sejumlah pihak. Seperti dengan sejarawan Gresik Mustakim SS MPd dan MataSeger—komunitas pengiat seni budaya Gresik.
“Pada Pak Mustakim, saya akan lebih mengorek keterangan tentang keberadaan damar kurung saat pemerintahan Sunan Prapen, anak dari Sunan Giri,” ungkapnya. Sebab, ujar dia, pada masa Sunan Prapen inilah Gresik berkembang pesat dan juga tradisi damar kurung mewarnai di kota pudak ini.
Selain itu, ujarnya, perihal makna lukisan dalam damar kurung pun perlu didalami sehingga bisa menguraikan dengan lengkap tentang isi damar kurung tersebut. “Misalnya tentang alur cerita, makna warna dalam lukisan, tipe lukisan dengan objek orang hidung mancung, makna lukisan orang yang menghadap ke kanan dan kiri, sampai dengan proses melestarikannya,” terang dia.
Sedangkan pada MataSeger, dia akan mendalami soal kajian-kajian tentang karakter masyarakat yang dilukis oleh Mbah Masmundari. Mulai dari tradisi keagamaan yang sangat kental di Kota Santri ini, kehidupan nelayan, dan juga permainan-permainan anak pada zamannya.
“Data-data dari kedua narasumber itu nanti akan dijadikan sebagai referensi dalam mengolah tulisan dalam bentuk esai, yang meliputi asal usul damar kurung, sejarah panjang religius di Gresik, sampai dengan pengaruh China dan Jepang dalam sastra damar kurung,” jelasnya.
Talitha mengungkapkan, banyak yang tidak memahami bahwa tradisi sastra damar kurung asalnya adalah berupa pagelaran wayang beber. “Sebuah pertunjukan yang menceritakan lukisan di atas kertas dengan panjang hingga enam meter yang diterangi oleh sebuah lampu damar pada balik kertas,” ujarnya.
Mbah Masmudari, ujarnya, lalu menggantinya dalam bentuk kecil dalam kerangka seperti kurungan burung. “Kurungan tersebut lalu dilapisi dengan kertas yang sudah diberi lukisan. Untuk menariknya, di bagian dalamnya diberika penerangan lilin atau lampu (kalau sekarang) sehingga orang bisa melihat gambar-gambar tersebut. Itulah damar kurung,” kata dia. (Ichwan Arif)