PWMU.CO-Lembaga-lembaga Qur’an terus bermunculan di lingkungan Muhammadiyah. Salah satunya adalah Lembaga Pendidikan Al-Qur’an (LPA) Nurul Huda di Desa Brangsi Kecamatan Laren Lamongan. Lembaga di bawah naungan Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Brangsi ini memiliki tekad kuat mencetak generasi qurani, pecinta al Quran.
“Selain mengajarkan bagaimana membaca al Quran yang benar, di lembaga kami juga diajarkan materi mulai dari Aqidah, Fiqih, Hadist, do’a Harian, Doa Sholat, tahfid al qur’am, dan lain-lain,” kata Kepala LPA Nurul Huda Brangsi, Adib Adam, S.Pd.
Tidak hanya berhenti di situ, lanjut Adib Adam, lembaganya juga melakukan banyak terobosan program pengembangan unggulan lainnya untuk menambah kecintaan santri terhadap islam. Di antaran terobosan yang dilakukan, kata dia, adalah membuat program Gerakan Jum’ah Al-Maun (GJA). Dikatakan, ini adalah gerakan pembelajaran santri untuk membangun kepedulian terhadap sesama, dengan bersedekah Rp 500 per minggu. Dan akan disalurkan setiap akhir bulan kepada mereka yang dianggap membutuhkan.
Gerakan tersebut dilakukan, lanjut Adib Adam, dibuat sebagai bentuk penerapan isi al Qur’an dalam surah Al ma’un. Dan LPA Nurul Huda terus berusaha menggerakkan jiwa-jiwa santri dalam bersedekah. Selain belajar membaca al Quran, santri memang didorong untuk mampu mengamalkan isi kandungan al Quran itu sendiri.
“LPA Nurul Huda berusaha menyelaraskan dengan tujuan persyarikatan Muhammadiyah, yakni Gerakan Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Jadi, pada intinya program kegiatan tambahan di LPA kita adalah sebuah pergerakan menuju kebaikan,” jelas dia.
Dari perkiraan 200 santri yang bersedekah Rp 500 setiap hari jum’ah, kata dia, seharusnya terkumpul uang sekitar Rp 90 ribuan. Tetapi ternyata para wali santri dan santri sangat antusias dalam pergerakan ini. Sehingga setiap jum’ah, rata-rata terkumpul dana Rp 250 ribuan. “Masya Allah. Dana ini akan dikumpulkan selama satu bulan sehingga rata rata terkumpul dana Rp 1 jutaan. Seluruh dana akan dibelikan sembako dan disalurkan kepada fakir miskin,” terang dia.
Jadi, kata dia, pergerakan ini murni dari santri. Dan yang bergerak menyalurkan juga santri-santri sendiri. Mereka mendatangi keluarga fakir meskin sendiri dan memberikan sendiri pada mereka layaknya Robin Hood. Ini merupakan pembelajaran yang dianggap bisa langsung mengena di hati masyarakat. Bahkan permintaan penyaluran GJA itu sudah sampai keluar desa.
Terobosan lain, tambah dia, yang juga dilakukan adalah program Gerakan Tadarus Keliling (GTK). Disampaikan, ini adalah gerakan membaca al Quran di rumah. Gerakan ini ada, jelas dia, karena melihat potensi hunian dunia saat ini sudah begitu mewah dengan dipenuhi hiasan-hiasan dunia semata, fasilitas yang sangat memadai untuk tempat ibadah. Sudah tidak ada lagi rumah hunian tidak memiliki penerangan cukup. Sudah jarang rumah berukuran minimalis. Hampir semua penghuni dunia ini berlomba memperbesar hunian mereka. “Tapi apakah sudah pernah terpikirkan bagaimana menjadikan hunian-hunian ini sebagai hunian surga yang sesungguhnya?” tanya dia.
Bagi dia, anak-anak merupakan salah satu asset untuk membantu ummat muslim meraih hunian surga. Salah satu tujuan menjadikan anak anak belajar membaca al Qur’an adalah agar mereka bisa menghidupkan hunian dunia dengan lantunan ayat-ayat al Quran dari mulut-mulut suci mereka. Mereka disibukkan dengan fasilitas-fasilitas hunian yang sengaja disiapkan. “Untuk itu, kami mencoba untuk memberikan pembelajaran kepada santri-santri kami untuk menjadikan hunian-hunian kita sebagai surga dunia,” ucap dia.
Dia melihat program yang dibuat ini cukup baik karena bertujuan untuk menjadikan rumah sebagai ladang akhirat, selain juga untuk menjadikan santri gemar membaca al Qur’an di rumah. Dan tidak kalah pentingnya adalah menggugah keinginan orang tua dalam membaca al Quran di rumah, dan mengikutsertakan orang tua dalam mengawasi perkembangan santri dalam membaca Al Quran. “Ini semua dilakukan untuk mewujudkan situasi berlomba-lomba dalam kebaikan,” ucap dia.
Berbagai terobosan gerakan tersebut, lanjut dia, dilakukan dengan harapan seluruh anggota keluarga sadar akan fungsi rumah yang sesungguhnya. “Yang akhirnya rumah-rumah kita akan benar-benar menjadi Baitii Jannatii (rumahku adalah surgaku),” kata dia.
Program lain, tambah dia, yang tidak kalah pentingnya adalah gerakan Pondok Tahajud (PT). Gerakan ini dilakukan sebagai gerakan perbaikan hati atau bengkel hati dengan menggunakan hari libur anak sebagai kesempatan untuk memperbaiki akhlak, aqidah, dan pengetahuan tentang al Quran dengan mabit di lembaga untuk latihan bangun malam melaksanakan sholat tahajud. “Kegiatan ini masih dalam proses perencanaan,” pungkasnya. (Adib Adam)