PWMU.CO-Pandu Penuntun Hizbul Wathan (HW) sebagai ujung tombak pengembangan kepanduan di perguruan tinggi harus memiliki tuntunan pelaksanaan kegiatan. Hal itulah yang mendorong Kwartir Pusat (Kwarpus) gerakan kepanduan Hizbul Wathan menggelar seminar dan lokakarya nasional (semloknas) di kampus 4 Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) Rabu-Kamis (2-3/5/2018).
Semloknas inilah yang diharapkan bisa melahirkan kurikulum Pandu Penuntun. Acara ini diikuti utusan seluruh PTM seluruh Indonesia, termasuk dari Sorong, Papua. “Ini kegiatan yang dinantikan oleh kita karena kurikulum HW belum ada,” papar Pembantu Rektor 1 Umsida, Akhtim Wahyuni.
Kurikulum Pandu Penuntun dinilai sangat penting sebagai bagian dari pengembangan pendidikan karakter (PPK). “Kepanduan ini merupakan media yang luar biasa yang akan jadi ciri khas Perguruan Tinggi Muhammadiyah selain Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK),” tambah perempuan aktivis Aisyiyah ini.
Pendapat senada disampaikan Ramanda Adji Subur yang mewakili Kwarpus juga sangat berharap kurikulum Pandu Penuntun segera bisa ditanfidzkan. “Sejak HW dibangkitkan kesekian kalinya, tidak semudah membalik telapak tangan, perlu pengembangan kurikulum, perlu sumbangan pemikiran bagi pengembangan HW Penuntun,” tegas pria asal Pare ini.
Sementara itu Ramanda Syafri Sairin dari Majelis Dikti memaparkan kesannya terhadap HW. “Tahun 1961 terakhir saya memakai baju HW, karena setelah itu HW dibubarkan,” paparnya sambil berkaca-kaca.Tahun itu keluar Keppres No. 238 tentang Gerakan Pramuka sehingga semua kepanduan termasuk HW diminta meleburkan diri menjadi Pramuka.
Guru besar sosiologi UGM ini melihat peran strategis Pandu Penuntun dalam pengembangan kepanduan dan karakter. “Penuntun itu utusan strategis karena nanti mungkin ada yang jadi guru. Menjadikan sikap, pengetahuan, dan kebudayaan tertanam dan terpatri bagi peserta didik,” papar pria kelahiran Medan ini. (Ernam)