PWMU.CO – Jika di organisasi lain ada pembedaan antara syura (semacam penasehat) dan tanfidz (semacam pelaksana), tidak demikian halnya Muhammadiyah. Dua entitas itu sudah terangkum dalam model kepemimpinan Muhammadiyah. Demikian disampaikan Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Aisyiyah Jawa Timur, Dra Rukmini Amar saat mengisi Musyawarah Pimpinan Daerah (Musypimda) I Aisyiyah Kota Malang, (6/5).
Dalam paparannya, Rukmini menyatakan bahwa dalam hal kepemimpinan setidaknya ada 3 model. Pertama adalah Presidium, yang dalam praktiknya pemimpin tertinggi akan bergantian dalam kurun waktu tertentu. “Pimpinan akan bergantian atau digilir dalam menentukan pimpinan,” jelas Rukmini.
Model kepemimpinan kedua adalah kolektif kolegial, yang semua tanggung jawab dan kebijakan kepemimpinan berada di semua pimpinan. “Tanggung jawab dan kebijakaan kepemimpinan ada pada semua pimpinan. Akan ada pembagian tugas untuk urusan ke dalam. Kalau urusan ke luar, semua pimpinan mengemban tugas yang sama dan satu kebijakan,” tegas Rukmini.
Model kepemimpinan ketiga adalah regular. Perempuan asal Madura itu menjelaskan bahwa model seperti itu semua pimpinan atau pengurus hanya bertanggung jawab pada bidangnya masing-masing. “Sementara kebijakan umum berada di tangan Ketua Umum.”
Menurut Rukmini, Muhammadiyah dan organisasi otonomnya menganut model kepemimpinan kolektif kolegial. “Artinya sama saja dengan memadukan Dewan Syura dan Tanfidziyah. Dengan penggabungan itu, model kepemimpinan Muhammadiyah itu menggerakkan pimpinan dan anggota, bergerak bersama-sama,” tegasnya.
Adapun implementasi kolektif kolegial, tambah Rukmini, jangan sampai warga Muhammadiyah dan Aisyiyah tidak memahaminya secara benar. Apalagi model ini dipahami sebatas sebagai “gantian” untuk menghadiri acara. “Karena kolektif kolegial itu memang bukan sebatas gantian hadiri acara.”
Kolektif kolegial mengharuskan semua tanggung jawab dan kebijakaan kepemimpinan berada pada semua pimpinan. (uzlifah)