PWMU.CO – Pertemuan Rutin Ke-4 Corp Mubalighat Aisyiyah (CMA) se-Jawa Timur yang diadakan Majelis Tabligh Pimpinan Wilayah Aisyiyah (PWA) Jatim di Gedung Dakwah Muhammadiyah Gresik, Kamis (10/5/18) memberi pemahaman dan kesadaran tentang konsep dasar perekonomian Islam yang bisa dilakukan Aisyiyah sebagai salah satu pilar dakwah Persyarikatan.
Anggota Litbang Forum Dai Ekonomi Islam (Fordeis) Jatim M. Nasyah Agus Saputra SHI MSI menegaskan, terdapat tiga aspek dasar ekonomi Islam yang harus diketahui dan diterapkan. “Kalau seseorang memahami tentang ekonomi Islam secara keseluruhan maka harus menerapkan tiga aspek dasar, yaitu aspek akidah, aspek syariah, dan aspek moral,” ucapnya.
Menurutnya, dari aspek akidah, kalau pelaku usaha mempunyai keyakinan akan Allah sebagai Dzat Yang Maha Kuasa dan satu-satunya yang patut disembah, maka orang tersebut akan mengaplikasikan dalam kehidupannya termasuk kegiatan ekomomi sehari-hari. “Dengan keimanan yang kuat maka di alam bawah sadarnya akan menolak setiap pekerjaan yang berimplikasi merugikan orang,” tutur dia.
“Secara syariah memberikan rambu-rambu berupa tuntunan dan larangan dalam berniaga, mana yang halal, mana yang haram, dan mana yang subhat akan jelas bagi pelaku usaha. Karena beda ketiganya semakin tipis dan tersamar,” ujarnya.
Sedangkan, lanjutnya, yang merupakan nafas bagi tumbuh kembangkan ekonomi Islam adalah aspek moral. Aspek ini selalu menjadi spirit dalam setiap aktifitas yang terbangun di dalamnya.
“Intinya dalam menjalankan ekonomi Islam harus secara min haytsu al wujud (membawa kemaslahatan) dan menghindari min haystu al adam (mendatangkan kemudharatan) bagi sesama manusia,” tambah dosen Universitas Muhammadiyah Surabaya itu.
Dalam paparannya, Saputra, panggilan akrabnya, menekankan bahwa gerakan pemberdayaan perekonomian perempuan sebagai pilar kemakmuran bangsa tidak boleh meninggalkan karakteristik ekonomi Islam.
“Karakteristik ekonomi yang harus dijadikan dasar meliputi Rabbaniyah Mashdar (berpegang teguh pada Allah), Rabbaniyah Al Hadaf (bertujuan untuk Allah), adanya kontrol dari dalam dan luar diri pelaku usaha, penyeimbang perekonomian antara individu, masyarakat, materi, spiritual, serta realistis dan universal,” jelasnya.
Yang juga tidak kalah penting, sambungnya, dalam melakukan hubungan usaha dan perekonomian adalah transaksi atau aqd (akad). Dari segi terminologi, transaksi atau aqd dalam fiqh al muamalat adalah keterkaitan atau pertemuan ijab dan kabul yang berakibat timbulnya hukum.
“Nah asas dalam aqd menurut syariah adalah adanya kebebasan, bukan paksaan, adanya kesetaraan kedudukan, keadilan dalam menghitung untung rugi, kerelaan masing-masing pihak, kejujuran dan kebenaran, dan hendaknya ada arsip tertulis. Hal ini sebagai pembuktian jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan,” papar laki-laki 33 tahun tersebut.
Yang tidak kalah penting, tambahnya, ber-aqd harus membawa kemaslahatan. Jangan berjual beli barang yang diharamkan karena membawa mudharat untuk orang lain. “Lakukan cara yang benar juga, jangan menipu, mengurangi timbangan, curang, bahkan haram,” ujarnya sambil menyitir Surat Albaqarah Ayat 168, “Hai manusia makan dan minumlah apa yang ada di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan adalah musuh yang nyata bagimu.” (Agustine)