PWMU.CO – Penyuluh agama merupakan salah satu garda terdepan dalam menangkal radikalisme dan terorisme. Keberadaan mereka sebagai penyebar kearifan lokal yang seharusnya efektif mencegah paham keras itu. Demikian dikatakan Ketua Forum Koordinasi Penanggulangan Terorisme (FKPT) Jawa Timur, Soubar Isman. Hal itu dikatakan dalam workshop dan pelatihan penyuluh agama se-Jawa Timur di Ijen Suite Kota Malang, (9/5).
Dalam sambutannya, Soubar mengatakan bahwa Jawa Timur masuk kategori waspada terhadap paham terror. “Karena itulah kami telah siap siaga menangkal paham teror,” ujar dalam diskusi yang dipandu oleh Nadjib Hamid MSi itu.
Karena itu, tambah Soubar, FKPT menggandeng banyak pihak dengan ragam profesi untuk menanggulangi radikalisme dan terorisme. Salah satu caranya adalah menggandeng pegiat seni. “Selain dengan para penyuluh agama, FKPT juga telah menggandeng seniman untuk menangkal terorisme. Mereka dilibatkan untuk kampanye melalui kesenian,” ujar Soubar.
Merangkul banyak pihak ini dilakukan karena Jatim memang cukup unik dalam kemunculan faham radikalisme. “Perlu diketahui mengingat Jawa Timur merupakan wilayah sebagai titik awal munculnya radikalisme. Maka harapan saya, upaya penangkalan itu bisa melalui berbagai macam komunitas” tuturnya.
Dia berharap dalam kesempatan apapun semua pihak, terlebih lagi para penyuluh agama bisa meluruskan pemahaman yang keliru. “Kami sangat berharap para penyuluh agama itu bisa meluruskan pemahaman yang keliru terhadap pesepsi sebagian masyarakat yang menganalogikan pancasila sebagai thaghut, demi mewujudkan Indonesia damai” tegas pria keturunan Madura tersebut.
Pada kesempatan yang sama, Soubar juga bercerita sedikit tentang insiden yang terjadi di Rumah Tahanan Mako Brimob, Kepala Dua, Depok. Mantan polisi ini mengatakan bahwa insiden terjadi karena banyak tahanan terorisme yang sedang ditempatkan di tempat itu menunggu dipindah ke lembaga pemasyarakatan.
“Pelakunya memang gembong teroris. Ini tentu sangat memprihatinkan. Mohon bantuannya ya, peran bapak ibu sangat dibutuhkan” ujar Soubar pada para peserta. Sebagaimana dikabarkan, sebanyak 155 narapidana terorisme membuat kerusuhan. Selama sekitar 36 jam, aparat kepolisian harus berjibaku untuk mengatasi kerusuhan yang diakibatkan ulah napi itu.
Seorang polisi bernama Bripka Iwan Sarjana bebas setelah 29 jam disandera napi. Sementara 5 anggota polisi meninggal dunia, yaitu Iptu Luar Biasa Anumerta Yudi Rospuji Siswanto, Aipda Luar Biasa Anumerta Denny Setiadi, Brigadir Luar Biasa Anumerta Fandy Setyo Nugroho, Briptu Luar Biasa Anumerta Syukron Fadhli, dan Briptu Luar Biasa Anumerta Wahyu Catur Pamungkas. Adapun pihak napi yang meninggal dunia adalah Abu Ibrahim alias Beny Syamsu. (uzlifah)