PWMU.CO-Kehidupan di era digital sekarang ini yang serba mudah mungkinkah ini tanda-tanda kiamat segera datang? Masalah ini dikupas oleh Dr Robby H. Abror, anggota Majelis Ditlibang PP Muhammadiyah saat mengisi Kajian Pra Ramadhan yang digelar Majelis Tabligh PCM KrianSidoarjo di Masjid Baiturrahman, Kamis (10/5/2018).
Mengutip pendapat Ibnul Qayyim al-Jauziyah, Robby menyatakan, tanda-tanda kiamat sepertinya sudah datang dengan ditunjukkannya sebagian rahasia-rahasia Allah yang ada di surga dan neraka kepada manusia.
Mungkin satu rahasia itu, Robby menjelaskan, di era digital ini muncul kehidupan mirip di surga, yang begitu mudahnya tersaji sesuai keinginan tanpa kita mendatanginya. Datang begitu di depan kita.
“Contoh ketika kita di rumah, malas keluar beli makanan maka kita klik sebuah aplikasi, tak berapa lama makanan yang kita inginkan datang, dan ada yang mengantarkan,” tuturnya.
Inilahlah zaman yang disebut Era Discruption, kata dia menegaskan. ”Era dimana orang tidak lagi berhadap-hadapan satu dengan lainnya. Hidup berkelompok tapi kelompokya ini tidak kelihatan. Tidak kelihatan, tapi mereka ada. Ada, tapi tidak kelihatan. Kebutuhan apapun, itu bisa datang ke rumah hanya dengan pencet HP,” ujarnya.
Dalam kehidupan milenial ini, sambung Robby, orang tak bisa lagi lepas dari HP dan berbagai aplikasi yang membawa berbagai keinginan kita. Membaca fenomena zaman now ini, dia menyebutkan, pertama, individu tak bisa terpisahkan dari media sosial. Kedua, banjir tsunami informasi.
Ketiga, dunia tanpa batas, kita menjadi bagian dari rumah global, menjadi warga globalisasi. Keempat, hidup itu bagaikan gado-gado, lintas generasi, usia, mazhab, agama, bercampur aduk menjadi satu. Sudah hilang rasa, batas antara tua, muda, guru, murid, ketika berbicara semuah grup di medsos.
”Lalu muncul gejala FoMo (Fear of Missing Out). Rasa takut muncul. Mengupload foto di medsos bagian dari budaya baru. Dan terakhir, muncul berbagai bahasa lebay,” katanya.
Orang mudah mendapat informasi apa pun lewat Mbah Google, Mas Yahoo, Om Facebook. ”Anak punya masalah, tidak konsultasi atau curhat ke orang tua, kerabat, atau orang yang dirasa dapat dipercaya tapi mengumbar masalah tersebut ke media sosial. Kemudia ditanggapi oleh orang-orang tak bertanggung jawab. Maka muncullah, masalah-masalah baru lagi,” tuturnya.
“Banyak yang lupa, ada dua pedoman yang bisa dijadikan solusi untuk memecahkan maslah. Yaitu Al-Qur’an dan As-sunnah,” tegas Robby.
Karena itu menghadapi bulan puasa perlu puasa medsos. Mengurangi penggunaan medsos yang menjadikan perilaku orang menjadi lebay, mengumbar emosi, berkata seenaknya, mencaci maki. Sekarang saatnya bermedsos itu dibatasi. Jangan menjadikan hidup tersandera oleh media sosial.
Cara yang tepat dalam bermedsos, menurut dia, menjadi produsen wacana atau pemberitaan. “Jadilah produsen wacana yang bisa membikin berita tentang kebaikan-kebaikan. Tentang risalah agama, tentang risalah nabawiyah, tauhid, dalam membentuk moralitas bangsa, yang semakin tergerus oleh dunia digital,” tutur pria asal Sukodono Sidoarjo.
Ketua Majelis Pustaka dan Informasi PWM Yogyakarta ini mengatakan, sebagai orang tua harus berfungsi control terhadap anak dalam menggunakan media sosial. Syaratnya, keterbukaan.
”Tugas orang tua itu mengingatkan. Kita tidak tahu apa yang ada dalam isi handphone anak. Kecuali kita menjadi malaikat, yang bisa mengetahui segala hal. Tapi itu semuanya mustahil kita lakukan,” paparnya.
Kalau sudah diingatkan tetapi tidak ada perubahan, ya serahkan kembali pada Allah swt. “Mungkin itu semua bagian dari cobaan. Dan saya kira, kita harus punya formula atau rumus untuk membatasi waktu, ruang gerak anak dalam menggunakan media sosial ini,” katanya. (Emil Mukhtar)