PWMU.CO – Media itu ibarat dua sisi mata pisau. Satu sisi sebagai media yang memberikan informasi kebaikan, di sisi lain juga bisa jadi media yang sangat intensif menanamkan pemikiran radikalisme. Demikian disampaikan Letkol Laut Setyo Pranowo SH MM dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam workshop dan pelatihan penyuluh agama di Ijen Suite kota Malang, (9/5).
Setyo Pranowo menyampaikan, perkembangan media saat ini sangat luar biasa. Kondisi itu bisa menjadi pemicu juga dalam penyebaran faham-faham kaum radikalisme dan terorisme. “Berita yang tidak benar itu jumlahnya jauh lebih banyak daripada berita yang isinya mengajak dan menanamkan kebaikan. Makanya mau tidak mau kita ini harus bisa menguasai media,” papar Setyo mengawali materinya.
Terkait dengan media dan terorisme, selain melek media, jelas Setyo, setidaknya ada tiga hal yang harus diperhatikan. Pertama, terorisme menjadi ancaman yang nyata. “Coba kita lihat aksi terorisme di Mako Brimob Bogor beberapa waktu lalu. Itu menjadi peringatan bagi kita, agar hal serupa tidak terulang lagi ” ujarnya.
Agar tidak terulang, lanjut Setyo, dibutuhkan peran semua pihak. Tidak terkecuali para penyuluh agama untuk menyampaikan ajaran agama yang penuh dengan kebaikan dan kebajikan. “UPeran penyuluh agama di sini sangat besar untuk selalu menyampaikan kebaikan-kebaikan. Sampaikan pada khalayak berbagai kalimat yang membuat kedamaian, bukan malah sebaliknya,” ujarnya berpesan.
Masalah kedua, terang Setyo, penyuluh agama yang juga harus diperuntukkan sebagai pendamping masyarakat, Terutama dalam penguatan baca tulis, lebih-lebih terkait keagamaan agar masyarakat tidak mudah ditipu bahkan dicuci otaknya. “Kalau masyarakat secara keilmuan sudah kuat, maka mereka tidak gampang tertipu dan ditipu atau dicuci otaknya,” ungkap Setyo.
Ketiga, membangun kepedulian di lingkungan. Sekalipun seseorang itu pelaku tindak kejahatan, mereka harus tetap didekat. “Orang yang bersalah pun merupakan bagian dari masyarakat. Sehingga wajib dibina dan didampingi,” jelasnya memberikan argumentasi.
Sementara itu Wakil Ketua bidang Media Forum Komunikasi Penanggulangan Terorisme (FKPT) Jawa Timur Wahyu Kuncoro, menjelaskan tentang pentingnya perubahan mindset. Menurutnya, kunci deradikalisasi itu bukan penjara dan kekerasan. “Akan tetapi perubahan mindset kebencian menjadi kasih sayang.”
“Kasus penjara Mako Brimob itu merupakan salah pendekatan. Coba kalau bisa masuk ke dalam hati mereka,” ujar wartawan senior tersebut. Lebih jauh lagi, pesan Wahyu Kuncoro, janganlah ada pihak-pihak tertentu yang memasukkan kebencian dan atau mempertontonkan kemarahan. “Sebab, itu akan menyulut api yang akan susah dipadamkan,” pungkas Wahyu. (uzlifah)