PWMU.CO – Tadarus Pemikiran 2018 yang digelar kerja sama PSIF-JIMM yang mengusung konsep Rebranding Muhammadiyah ini dihadiri oleh Prof Dr Sudarnoto Abdul Hakim MA dari PP Muhammadiyah yang menjadi pembicara kunci (keynote speech).
Di tengah paparannya, Prof Sudarnoto menjelaskan perihal cara atau taraf umat muslim memperlakukan al-Quran. Lantas, warga Persyarikatan harus sudah sampai pada langkah apa?
“Cara memperlakukan al-Quran paling tidak ada lima,” kata Prof Sudarnoto di hadapan panelis, penyaji, dan peserta tadarus Rabu (23/5).
Cara pertama, membaca al-Quran untuk menenteramkan. “Pada taraf ini, tahu artinya atau tidak, al-Quran bisa menenteramkan hati,” ujar dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.
Biasanya, kata dia, orang yang seperti ini mengalami persoalan terlebih dahulu, baru kemudian kembali ke al-Quran atau bisa juga ke masjid.
Kemudian yang kedua, al-Quran sebagai sumber hidayah. “Ada hubungan batin antara umat dan al-Quran,” jelasnya.
Taraf ketiga, al-Quran dijadikan sebagai pengobatan. Maksudnya bagaimana? “Ada orang yang menggunakan ayat-ayat tertentu untuk mengobati,” kata Prof Sudarnoto. Misalnya melakukan rukyah dengan bacaan al-Quran sebagai antara.
Pada taraf keempat, kitab suci umat Islam ini dijadikan sebagai sumber prinsip atau moral. Ada diskriminasi, masalah kemanusiaan, dan sebagainya, cara pandangnya dari al-Quran. “Islam dan demokrasi itu saling berkesesuaian. Ada pesan moral dan sebagainya,” ujarnya.
Terakhir, al-Quran menjadi sumber inspirasi untuk mengembangkan riset dan lain-lain. “Karena al-Quran menyediakan sinyal yang jelas untuk mengembangkan ilmu pengetahuan,” tegasnya.
Muhammadiyah, kata Prof Sudarnoto, sudah harus bergerak yang lebih jauh. Selain sampai pada taraf menjadikan al-Quran sebagai sumber moralitas, Muhammadiyah harus bisa menjadikannya sebagai inspirasi sumber pengetahuan.
Lebih lanjut, dia menjelaskan empat hal gerakan Muhammadiyah masa kini. Pertama, gerakan transendental. “Ibadah harus kuat di tengah arus modernisasi,” ujarnya.
Kedua, gerakan transformatif/liberatif. Ketiga, washatiyah atau disebut pertengahan/moderat. “Keempat reformis. Salah satu upayanya ketika zaman Pak Din menjadi ketua PP mengusung jihad konstitusi. Karena produk hukum diyakini merusak kedaulatan,” tegasnya. (Achmad San)