PWMU.CO-Dalam Islam, hukum dibedakan dua, yaitu kauni dan syar’i. Hukum kauni bersifat universal yang berlaku di alam raya sebagai sunatullah. Hukum syar’I adalah hukum yang berkaitan dengan agama, mengatur hubungan manusia dengan Tuhan dan sesama manusia.
Hal itu dipaparkan Ustadz Nadjih Ihsan mengawali kultum tarawih di Masjid An-Nur Muhammadiyah Sidoarjo, Senin (4/6).
Dia menjelaskan, hukum kauni adalah ketentuan Allah untuk seluruh alam raya, baik manusia, hewan, tumbuhan, dan makhluk lainnya. Ia mengambil contoh tensi darah manusia.
“Tensi normal itu 120/90, ini berlaku untuk semua manusia. Siapa yang mengatur kok tensi darah normalnya 120/90? Semua yang mengatur itu Allah,” tegas ustadz asal Sepanjang ini. ”Kalau makan minum berlebihan, sampai tensi darah tinggi tentu sangat bahaya, hal ini karena hukum Allah dilanggar,” katanya.
Disebutkan contoh lain. Batu ditaruh di air tenggelam, gabus ditaruh di air pasti mengambang. “Mengapa kok begitu? Semua sudah ketentuan Allah. Kita suatu saat jadi tua, atau sekarang sudah tua? Itu semua ketentuan Allah,” lanjut anggota Majelis Tabligh PWM Jatim ini disambut geer jamaah.
Kemudian dia menjelaskan tentang hukum syar’i. Menurut dia, hukum ini berkaitan dengan agama. Pertama, alhukmu fil aqidah, hukum yang berkaitan dengan keyakinan. ”Siapa yang menentukan tuhan yang layak disembah itu hanya Allah? Ya yang menentukan semua itu Allah sendiri,” tandasnya.
Istighfar, istisqo, istikharah, istiadah, istighosah, kata Nadjih, apa bedanya dengan doa pada umumnya? Doa secara umum, dia menjelaskan, bisa dilakukan kapan saja tanpa ada ketentuan khusus. Sementara istighfar, istisqo, istikharah, istiadah, dan istighosah adalah doa khusus sesuai tujuan dari masing-masing doa tadi.
Kedua, alhukmu fil ibadah, hukum terkait persoalan ibadah. Penjelasan Nadjih, dalam urusan ibadah sudah ditentukan oleh Allah dan Rasulnya. Oleh karena melaksanakan ibadah harus sesuai tuntunan Rasulullah. Tidak boleh menambah-nambah dalam urusan ibadah.
“Misal shalat Subuh dua rakaat. Lalu ada orang shalat tiga rakaat. Mas, shalat Subuh kok tiga rakaat? Dia menjawab, apa ada larangan? Sampeyan cari hadits yang melarang shalat Subuh tiga rakaat gak bakal ketemu. Tapi ini dilarang karena tuntunannya adalah dua rakaat,” paparnya.
Begitu juga ketika duduk tahiyyatul ada syarat menggerakkan jari telunjuk, Nadjih Ihsan bertanya, apakah boleh pakai jempol sebab di Jawa lebih sopan pakai jempol? Tuntunan Rasulullah menggerakkan telunjuk sehingga dilarang pakai jempol.
Ketiga hukum muamalah, hubungan sesama manusia. Nadjih mengungkapkan, zaman Rasul ada konflik pengairan antara Zubair dan seseorang yang tidak disebut namanya. Setelah dipelajari oleh Rasulullah diputuskan yang berhak atas pengairan adalah Zubair.
Atas putusan tersebut orang itu suudhon dengan menuduh keputusan Rasulullah memberikan pengairan kepada Zubair karena Zubair anak bibinya. Maka turunlah surat Annisa ayat 65 yang artinya, maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya.
Keempat, hukum dalam bidang pidana. Pelaksanaan qisos, dan penegakan keadilan bagi umat. Menurut Nadjih, pelaksanaan hukum akidah dan ibadahbisa dilakukan sendiri oleh umat walau tanpa dukungan pemerintah. Tapi pelaksanaan hukum muamalah dan pidana harus dilaksanakan dan dilindungi pemerintah.
Karena itu umat harus terlibat menentukan pemerintah yang adil untuk melaksanakan hukum ini. “Karena itu kita tidak boleh lupa Pemilu 2019. Kita harus tentukan pemerintah dan lembaganya dipegang oleh orang saleh,” kata Nadjih. (R6)