PWMU.CO – Sekarang ini sulit untuk meluruskan kembali salah kaprah terkait dengan makna silaturrahmi atau silaturrahim. Kebanyakan orang memaknai kata itu saat dikaitkan dengan Hari Raya Idul Fitri. Demikian disampaikan Dra Hj Rukmini pada peserta Kajian Klinik Keluarga Sakinah Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Kota Malang di Masjid Insan Karim Jl Mertojoyo Selatan, (4/6).
Rukmini mengatakan selama ini silaturrahmi diidentikkan dengan anjang sana anjang sini. Terlebih lagi saat hari raya Idul Fitri. “Banyak masyarakat yang sudah bertamu, ikut halal bi halal, mereka lantas merasa sudah menyambung tali silaturahmi,” jelasnya.
“Terkadang satu bani dikumpulkan, sehingga saking banyaknya sampai mau salaman (berjabat tangan) saja tidak bisa,” lanjut Rukmini tentang bias silaturrahmi. “Karena itulah, penting bagi kita untuk memahami dan mengembalikan makna silaturrahmi dalam bentuk aslinya,” sambung Perempuan kelahiran Madura itu.
Menurut Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Aisyiyah (PWA) Jatim itu, silaturahmi (yang dalam tulisan Arab-nya “shilaturrahmi”) berasal dari dua kata: shilah dan rahmi. Shilah artinya hubungan atau sambungan, sementara rahmi berarti peranakan.
Dalam bentuk perbuatan, merujuk pada berbagai riwayat Nabi Muhammad saw, setidaknya ada tiga wujud atau bentuk silaturrahmi. “Pertama, berbuat ihsan yang berkualitas sebagaimana yang termaktub dalam al-Quran surat an-Nisa’ ayat 36,” jelas Rukmini.
“Berbuat baik itu yang utama kepada kedua orang tua, kerabat yang disebut dzawil qurba atau keluarga dekat garis lurus. Sedangkan ulul qurba itu kerabat dengan garis menyamping seperti anak-anak yatim dan orang-orang miskin,” jelas Rukmini.
Bentuk silaturrahmi yang kedua adalah memberi sebagian harta pada ulul qurba jika dapat warisan. Hal tersebut, jelas Rukmini, merujuk pada al-Quran surat an-Nisa’ ayat 8 . “Kita harus ingat kesuksesan yang kita raih itu selain karena ada andil dari keluarga, tapi juga juga dari orang lain,” tegas Ibu dua putri sambil menambahkan bentuk silaturrahmi yang ketiga adalah mencari silsilah keluarga yang sudah putus.
Jadi, silaurrahmi bukan sekedar anjang sana-anjang sini, bukan? Apalagi jika dipersempit hanya dengan bersalaman saat Idul Fitri. (uzlifah)