PWMU.CO – Marhaenisme Muhammadiyah merupakan teologi Almaun. Teologi ini tidak hanya terangkum dalam rangkaian huruf dan ayat saja, namun wajib diamalkan. Hal itu disampaikan Wakil Ketua Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim Nugraha Hadi Kusuma di tabligh akbar di Nglegok, Blitar (6/6)
Mengawali tabligh akbar yang diselenggarakan Muballigh hijrah dari Madrasah Muallimin Yogyakarta ini, Nugraha secara spesifik menyebut Blitar dan sekitarnya sebagai daerah yang punya keistimewaan dalam sejarah Islam di Jawa. Di daerah ini dulu terdapat kerajaan yang bernama Doho yang terletak di Kediri, yang salah satu peninggalannya adalah Candi Penataran.
“Nah, jauh sebelum itu kehadiran Islam itu telah diterima masyarakat Nusantara. Terbukti adanya makam muslim kuno di atas candi Jolotundo Gunung Penanggungan,” jelas Nugraha. Merujuk pada sejarah, keberadaan Candi Jolotundo ini adalah warisan kerajaan Airlangga yang semasa dengan khalifah Muawiyah bin Abu Shofyan pada Dinasti Bani Umayyah di Semenanjung Arab.
“Maka wajar saja kalau Jawa ini, Muslim menjadi mayoritas dan itu semua tidak dilakukan dengan menjajah,” tegasnya.
Terkait dengan Marhaenisme yang popular sebagai gagasan Bung Karno, Nugraha secara spesifik juga mengutip buku karangan Prof Abdul Munir Mulkhan. Dalam buku itu disebutkan Bung Karno yang mendengarkan pidato KH Ahmad Dahlan dan mengambil intisarinya secara elok. “Bung Karno mengambil isi pidato Kyai Ahmad Dahlan, dan menyimpulkan Marhainisme Muhammadiyah” tutur Nugraha.
Nugraha mengatakan bahwa Marhainisme Muhammadiyah merupakan teologi Almaun. “Isi kandungan surat Almaun itu wajib dilaksanakan, bukan hanya rangkaian huruf dan ayat,” sambungnya dengan semangat sambil mengingatkan pentingnya mengentas kaum mustadl’afin ke kehidupan layak. Yang salah satunya adalah bagaimana anak yatim bisa hidup lebih mandiri.
Mengutip pendapat Syech Yusuf Qardlawi, pria yang tinggal di Malang itu menjelaskan makna yatim yang bukan sekedar simbolik. “Yang disebut yatim itu bukan hanya anak-anak yang ditinggal kedua orangtuanya,” jelasnya.
“Tapi mereka para guru, pegawai dan semua masyarakat yang tidak mendapat perhatian pemerintah. Juga termasuk anak jalanan yang tidak mendapat perhatian keluarga mereka dan para pejabat yang telah kehilangan al-Qurannya,” tegasnya lagi.
Karena itu, Nugraha mengajak para hadirin tabligh akbar untuk mengerjakan ajaran Islam secara utuh. Dan tak kalah pentingnya meninggalkan perbuatan yang tidak bermanfaat. Agar manifestasi Islam dalam dunia nyata bukan Islam Sontoloyo. (uzlifah)