PWMU.CO-Suasana menjelang akhir bulan Ramadlan di Tanggul Jember makin marak dengan kepulangan santri-santri Muhammadiyah yang mondok di beberapa pesantren luar kota untuk liburan Lebaran.
Kehadiran para santri di desa itu langsung diminta berceramah oleh lembaga, mushala dan masjid. Mereka mengisi pengajian, diskusi, atau ceramah tarawih. Mereka pun bersedia memenuhi permintaan itu untuk mengamalkan ilmu yang diterima di pondok.
Beberapa nama santri itu seperti Rana Salsabila Rahman, Muhammad Fikrul Islam dan Husni Abadi Emha yang nyantri di Pesantren Al Islah Paciran Lamongan. Muhammad Ghozwah Liddinillah yang mengenyam pendidikan di MBS Bojonegoro.
”Perempuan itu makhluk yang sangat istimewa. Karena istimewanya itu hingga Allah memberikan batasan dan aturan bagaimana perempuan harus menutup auratnya. Hal ini dimaksudkan agar perempuan itu mudah dikenal sebagai muslimah dan dijaga dari hal-hal yang tidak diinginkan,” kata Rana Sabilah Rahman saat mengisi Pondok Ramadhan SMP Muhammadiyah 4 Tanggul (SMP Muhata).
”Adik-adik sudah tahukah mana batas aurat perempuan?” tanya Rana.
”Semua anggota badan kecuali tangan dan telapak tangan kaki,” jawab peserta serempak.
”Nah itu sudah tahu. Berarti kaki termasuk aurat ka? Jadi harus ditutupi juga. Dan yang boleh melihat aurat kita hanya mahram kita seperti ayah, kakek, paman, saudara laki-laki. Oya, Jangan pacaran. Tidak ada pacaran yang Islami. Kalau ada yang bilang pacaran bisa menambah semangat belajar, itu bohong. Yang ada malah sebaliknya,” lanjut Rana yang disambut tertawa.
Di kesempatan beda Muhammad Ghozwah Liddinilllah yang sekarang duduk di kelas 8 MBS Bojonegoro dengan percaya diri memberikan kultum usai shalat tarawih di Masjid Dakwah Tanggul, Selasa (12/6/2018).
”Sering kali kita shalat dan mengerjakan ibadah-ibadah yang lain, tapi sia-sia belaka. Tidak diterima dan otomatis tidak berpahala. Mengapa ini bisa terjadi? Hal ini dikarenakan oleh beberapa hal. Niatnya yang salah dan tata cara yang tidak sesuai syariat yang dicontohkan Nabi,” kata Ghozwah.
Ada yang menggelikan ketika santri tahun ini lebih lama menjalani Ramadhan di pesantren. Salah satu santri Fikrul berkata kepada Abdi, ”Enak Abdi, kita lama di Lamongan, aku terbebas jadwal ngisi kultum. Kita pulang Ramdhan tinggal sepekan.”
Tetapi begitu pulang nama dia sudah dipasang di jadwal sepekan terakhir Ramadhan. Ternyata Sekretaris Majelis Tabligh Muhammad Taftayani mempunyai data santri siapa saja yang waktunya pulang. Termasuk kepulangan Fikrul, Abdi dan teman-temannya. Sehingga para santri itu dijadwal sesuai kepulangan. Jadi begitu menginjakkan kaki di rumah jadwal dakwah sudah menunggu. (Humaiyah)