PWMU.CO – “Selama ini, masyarakat Jawa dikenal sebagai masyarakat yang pemalu atau isinan, takut atau wedian, dan rikuh atau sungkanan. Tapi, rembuk desa di Tlogomas ini punya kecenderungan keterusterangan dalam bertutur oposisi sehingga berlawanan dengan karakteristik itu,” begitu kata promovendus Drs Fauzan MPd saat menyampaikan argumentasi di hadapan dewan penguji Untuk mempertahankan disertasinya di Program Studi Bahasa dan sastra Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya, (24/7).
Promovendus merupakan sarjana yang menyusun disertasi dan mempertahankannya untuk memperoleh gelar doktor di perguruan tinggi. Promovendus Drs Fauzan MPd dihadapkan pada delapan penguji. Di antaranya, Prof Warsono (rektor Unesa), Prof Ismed Basuki, Prof Setya Yuwana, dan Prof Subandi. Ada pula penguji dari Universitas Negeri Semarang.
Disertasi Drs Fauzan MPd berjudul “Tuturan Oposisi dalam Negosiasi Rembuk Desa (Kajian Etnopragmatik)”. Lokus penelitian terdapat di Kelurahan Tlogomas, Malang. Sedangkan modusnya adalah etnopragmatik. “Etnopragmatik merupakan gabungan dua disipilin ilmu, yakni etnografi dan pragmatik,” kata Fauzan. “Orientasinya berhubungan dengan pemahaman terhadap makna di balik praktik tuturan,” imbuhnya.
Dalam penelitian ini, Fauzan menemukan tiga pokok masalah. Pertama, bentuk tuturan oposisi. Kedua, fungsi tuturan oposisi. Ketiga, strategi tuturan oposisi. “Bentuk tuturan oposisi dari yang paling tinggi itu menolak, menuntut, mengeluh, mengkritik, mengejek, membentak, menuduh, dan menyindir,” ujar pria kelahiran Kediri itu.
Dari hasil penitian itu, menolak memiliki jumlah data tertinggi, yakni 220 data. Sementara itu, menyindir paling rendah dengan 10 data. Itulah yang kemudian disebut mengalami pergeseran kultur masyarakat Jawa, dari menyindir ke menolak. Tapi, hal itu masih dibagi lagi menjadi dua, yaitu secara langsung dan tidak langsung.
“Strategi langsung hanya 195 data, sedangkan strategi tidak langsung 287 data,” terangnya. Artinya, strategi menolak dalam kultur Jawa, yang direpresentasikan dari acara rembuk desa di Tlogomas, Malang, memiliki kecenderungan disampaikan secara tidak langsung. Istilah lainnya sinamudana atau “disamarkan”,” jelas Fauzan.
Fauzan lantas membuat ilustrasi, seperti halnya bahasa, tiap bangsa juga punya kultur yang berbeda-beda. “Orang Arab kalau dipegang jenggotnya malah mengucapkan terima kasih. Tapi, jangan harap sama dengan di Indonesia. Orang Indonesia jika dipegang jenggotnya, apalagi ia sosok kiai misalnya, urusannya bakal panjang,” jelasnya.
Salah seorang penguji, Dr Suhartono, memberikan paparan terperinci tentang karakteristik bahasa di dunia. “Ada ahli linguistik pada tahun 1975 yang melakukan penelitian terhadap bahasa-bahasa di dunia. Dia menemukan bahwa bahasa orang Inggris cenderung langsung, orang Spanyol berbunga-bunga,” ujarnya. Kemudian, orang Rusia zig-zag dan oriental termasuk Indonesia indirect atau tidak langsung. Hal itu pun sesuai dengan temuan Fauzan.
Sekitar pukul 10.00 lebih, Fauzan secara resmi dikukuhkan menyandang gelar doktor. Sidang itu dihadiri ratusan orang dan tokoh-tokoh penting. Prof Malik Fadjar dan Ketua PWM Jatim Dr M. Saad Ibrahim turut hadir di tengah-tengah ruangan. (achmad san)