PWMU.CO – Doktrin ‘Masalah kantor jangan bawa ke rumah’ yang berkembang luas di masyarakat diluruskan oleh Drs Ahmad Hariadi MSi dalam Pengajian Ahad Pagi di Masjid At Taqwa, Wisma Sidojangkung Indah, Desa Sidojangkung, Kecamatan Menganti, Kabupaten Gresik, (2/9/18).
Menurut penulis buku Tips Melejitkan Potensi Anak, itu sekarang ini baik suami maupun istri banyak yang bekerja di luar rumah. “Dan hampir pasti di tempat bekerja ada masalah. Kalau tidak ada masalah, maka siap-siap akan di-PHK,” ujarnya memberi ilustrasi.
Selama ini, sambungnya, ada tiga alasan yang dianggap benar, mengapa masalah kantor tidak boleh dibawa pulang ke rumah. “Pertama, agar beban istri tidak lebih berat. Kedua, ketika di rumah hanya (membincangkan) urusan keluarga, dan ketiga, istri tidak punya kompetensi untuk menjadi mitra diskusi,” terangnya.
Ustadz Ahmad—sapaan akrabnya—lalu menguraikan beberapa argumentasi mengapa masalah kantor justru harus dibawa ke rumah. Pertama, merujuk pada pengalaman Nabi Muhammad SAW saat kali pertama menerima wahyu lima ayat pertama surat Al-Iqra di Gua Hira, Mekah.
“Beliau yang habis bertemu malaikat Jibril membawa ‘masalah’ itu ke rumah untuk disampaikan pada istrinya: Khadijah,” ujarnya.
Menurut konsultan pengembang sekolah terpadu ini, momentum bersejarah itu menjadi uswah atau pelajaran bahwa apapun masalah yang ada di tempat pekerjaan—baik suami maupun istri—hendaknya dibawa pulang.
Alasan kedua, jika tidak dibawa pulang justru masalah itu berpotensi diselesaikan di luar rumah. “Itu malah berbahaya,” tuturnya. Dia lalu menunjuk diskotek sebagai contoh tempat yang berbahaya bagi suami atau istri dalam menyelesaikan masalah di luar rumah.
Pria asal Pulau Kangean, Sumenep, Madura, itu juga mengingatkan jika tidak disampaikan pada istri atau suami, kecenderungan yang terjadi, masalah akan disampaikan pada teman lawan jenis yang bukan mahram. Dan itu, menurutnya, akan menambah masalah baru. Bahkan, bisa menghancurkan rumah tangga.
Bagaimana agar masalah kantor yang dibawa pulang itu mendapat solusi? Ustadz Ahmad memberikan tipsnya. Menurut dia, tidaklah mungkin soal-soal teknis kantor diselesaikan di rumah. “Tapi yang paling penting adalah bagaimana saling memotivasi atau mendukung,” ujarnya.
Dia lalu merujuk bagaimana dialog Khadijah dengan Nabi Muhammad SAW dalam hadist riwayat Imam Bukhari. Saat itu Nabi Muhammad SAW barusan pulang dari Gua Hira setelah bertemu malaikat Jibril.
Inilah dialog yang dikutip Ustadz Ahmad. “Selimuti aku, selimuti aku!” Khadijah menyelimutinya hingga hilang rasa takutnya.
“Sesungguhnya aku cemas atas diriku,” kata Nabi Muahammad SAW. Khadijah menjawab, “Jangan takut, demi Allah, Tuhan tidak akan membinasakan engkau. Engkau selalu menyambung tali persaudaraan, membantu orang yang sengsara, mengusahakan barang keperluan yang belum ada, memuliakan tamu, menolong orang yang kesusahan karena menegakkan kebenaran.”
Dialog di atas, menurut mantan Kepala SMP Al Himah Surabaya itu, memberi contoh bagaimana istri memberi dorongan semangat yang luar biasa kepada suaminya yang sedang mendapat beban berat.
“Sikap seperti inilah yang harus dikembangkan oleh seluruh komponen keluarga, yaitu saling menguatkan,” pesannya.
Ustadz Ahmad juga mengingatkan bahwa semangat ayat taawanu ala al-birri wataqwa (bertolong menolonglah dalam kebaikan dan taqwa) juga berlaku bagi suami istri. Jadi, menurutnya, bukan hanya untuk konteks membantu korban bencana, misalnya.
Jika tolong-menolong itu dilakukan, maka tidak ada beban yang dirasa berat bagi salah satu di antara suami istri.
Menyinggung soal alasan tidak adanya kompetensi untuk saling berdialog, Ustadz Ahmad memberikan solusi: hendaknya suami dan istri berusaha meningkatkan ilmu masing-masing. “Pengajian seperti ini, hendaknya rajin diikuti,” tuturnya.
Yang tak kalah pentingnya, sikap kasih sayang di antara anggota keluarga harus dibangun dengan baik. Ustadz Ahmad mengatakan, hal itu juga merupakan kunci keberhasilan keluarga agar bisa menyelesaikan masalah bersama.
Dengan mengutip hadits riwayat Imam Tirmidzi dari Aisyiyah, dia menyampaikan, orang yang terbaik adalah yang paling baik sikapnya pada keluarga.
“Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik pada istrinya. Dan aku (Muhammad) adalah yang terbaik di antara kalian terhadap istriku,” bunyi hadits yang dikutipnya. (*) Penulis Mohammad Nurfatoni