PWMU.CO-Di Surabaya, pemerintah sudah anjurkan pemilahan sampah kering dan basah atau sampah organik dan non organik dengan menyediakan bak sampah terpisah. Tapi anjuran itu belum sepenuhnya terlaksana. Bahkan kebiasaan membuang sampah sembarang masih dilakukan.
Cara membuang sampah orang Jepang mungkin bisa menjadi contoh. Di negeri itu, kebersihan lingkungan sudah bagus.
“Di Jepang tidak ada sampah yang berserakan padahal tidak ada petugas khusus kebersihan. Kebersihan menjadi tanggungjawab masing-masing orang,” jelas Rarasmaya Indraswari, dosen Universitas Bhayangkara Surabaya ketika berkunjung ke SD Muhammadiyah 4 Pucang Surabaya (SD Mudipat), Sabtu (1/9/2018).
Raras, panggilannya, yang alumnus SD Mudipat kini sedang menempuh pendidikan S3 Ilmu Komputer di ITS. “Saya sekarang kuliah S3 Ilmu Komputer di ITS sejak tahun 2016, insya Allah tahun depan lulus,” ujarnya.
Di tengah kuliah, dia berkesempatan pergi ke Jepang selama enam bulan untuk penelitian pada Oktober 2017-April 2018. Di sana dia kuliah dan penelitian disertasi di Universitas Hiroshima.
Saat kuliah di Negeri Sakura itu dia juga mengamati perilaku dan pola hidup warganya. Perempuan kelahiran 17 Juli 1995 itu menjelaskan kebiasaan orang-orang Jepang yang bisa dicontoh di antaranya tertib, disiplin, tepat waktu, dan hidup bersih.
“Orang-orang Jepang sangat tepat waktu, tertib, dan disiplin. Jadwal penerbangan atau kereta api pun tepat waktu. Jam, menit, dan detik sesuai jadwal yang tertera,” katanya.
Soal sampah, kata dia, Jepang menerapkan pemilahan secara ketat. Masyarakatnya pun dibiasakan. Membuang sampah juga ada biayanya.
Sampah dipilah sesuai jenisnya. Ada sampah bahan mudah terbakar, plastik, kaca, dan kaleng. Masing-masing ada bak sampahnya sendiri. Warga kota harus taat membuang jenis sampah di bak sesuai jenisnya.
“Kalau sampah barang elektronik dan mobil sebelum dibuang harus dilepas atau dipreteli dulu komponennya. Untuk melepas komponen-komponen itu perlu biaya yang harus ditanggung pemilik,” katanya
“Untuk menyiasatinya, pemilik mobil menjualnya dengan harga murah ke tukang loak. Tukang loak ini yang mreteli onderdil untuk didaur ulang. Itulah mengapa harga mobil bekas di Jepang murah,” sambungnya.
Raras yang kedua orang tuanya juga dosen itu mengatakan, ada satu lagi kebiasaan orang-orang Jepang yang malu minta bantuan pada orang lain. Sebisa mungkin pekerjaan dikerjakan sendiri. “Mereka punya prinsip kalau orang lain bisa, saya pun harus bisa,” tambahnya.
Raras merupakan alumnus SD Mudipat angkatan 2007. Perempuan kelahiran Kediri itu bercerita tentang prestasinya ketika bersekolah di sini pernah juara 1 Olimpiade Matematika se-Surabaya dan juara 3 Lomba Siswa Teladan se-Surabaya tahun 2006 diadakan Dinas Pendidikan Surabaya. (Anang)