PWMU.CO – Sejak dulu apel itu kalau jatuh ya ke bawah. Tapi berkat perhatian yang lebih, juga kecerdasan Isaac Newton, fenomena yang biasa-biasa itu melahirkan hukum gravitasi.
Seperti itulah Mahrus Ali Fawwaz menemukan karya sains Superlamp—lampu superajaib untuk membaca yang sehat. Melalui perhatian lebih pada fenomena lingkungan sekitar, dia akhirnya menemukan karya sains.
Dalam penganugerahan penghargaan Kalbe Junior Scientist Award (KJSA) 2018 di Pasar Seni Ancol Jakarta, Sabtu (15/9/18), Superlamp dinobatkan sebagai salah satu karya sains terbaik.
“Ide pembuatan Superlamp ini muncul ketika saya mengamati teman-teman dan beberapa anggota keluarga, termasuk saya, yang menggunakan kaca mata,” ungkapnya pada PWMU.CO, Selasa (17/9/18).
Berdasarkan beberapa referensi yang saya baca, sambungnya, penyebab mata minus adalah kebiasaan menonton TV yang terlalu dekat, membaca yang terlalu dekat, dan membaca di tempat yang kurang terang.
“Kemudian saya melakukan survey dengan memberikan angket kepada teman-teman di sekolah tentang kebiasaan membaca. Hasilnya, sebagian besar suka membaca di tempat yang kurang terang,” papar dia.
Dalam survey itu, ujarnya, teman-temannya tidak mengetahui tingkat pencahayaan yang dibutuhkan saat membaca.
“Jadi perlu alat yang bisa digunakan untuk membantu pencahayaan membaca dengan tepat,” jelas Mahrus. “Akhirnya terciptalah ide membuat Superlamp ini.”
Mahrus lalu menguraikan bagaimana alat ini bekerja. “Ketika kita membaca di tempat terang maka sensor LDR pada Superlamp akan menangkap tingkat pencahayaan lingkungan tinggi sehingga lampu ajaib ini akan meredup,” urainya.
Sebaliknya, ketika kita membaca di tempat yang gelap maka sensor LDR Superlamp akan menangkap tingkat pencahayaan yang rendah sehingga Superlamp akan menyala sesuai dengan tingkat pencahayaan yang dibutuhkan.
“Intinya, Superlamp akan secara otomatis menyesuaikan kebutuhan cahaya yang ideal ketika membaca”, terang Mahrus sambil mendemonstrasikan karyanya.
M Fadloli Aziz SSi MPd—guru IPA SDMM yang membimbing Mahrus—menjelaskan, ajang KJSA termasuk salah satu yang memotivasi siswanya itu menciptakan Superlamp.
“Mahrus dengan Superlamp meraih penghargaan Peneliti Cilik Terbaik KJSA 2018 Tingkat Nasional setelah berkompetisi dengan 1.305 karya sains yang lain,” ujarnya.
Bagi SDMM, Mahrus adalah pemegang estafet finalis KJSA. Menurutu Aziz, tahun ini SDMM masuk final KJSA untuk kali keenam sejak kegiatan itu dihelat tahun 2011.
“Dari enam kali jadi finalis itu, kami berhasil meraih delapan penghargaan,” ujarnya sambil menjelaskan bahwa sejak ikut tahun 2012, SDMM absen lagi tahun 2014, tapi pada tahun 2015 dan 2018, masing-masing mendapat dua penghargaan.
“Untuk tahun ini, selain Mahrus dengan Superlamp-nya, siswa kami Muhammad Rakha Ervinpermana, juga meraih penghargaan sebagai Peneliti Terbaik KJSA 2018 dengan karya Kursiku Sahabatku,” terang dia.
Aziz menuturkan, konsistensi SDMM jadi finalis di ajang bergensi itu salah satunya berkat tradisi meneliti yang digemakan di sekolah melalui Science Club.
“Di dalamnya ada kegiatan science project di mana siswa diajak mengamati masalah-masalah di lingkungan sekitarnya untuk kemudian memberikan solusi ide-ide dan karya-karya sains yang dibuatnya. Setelah itu siswa mempresentasikan di hadapan siswa yang lain,” papar dia.
Salah satu cara merangsang munculnya ide-ide itu, para pembina sains biasanya melakukan brainstorming dengan siswa binaan. “Agar siswa punya kepekaan dalam mengamati lingkungan sekitarnya sehingga memunculkan ide untuk mencari solusinya,” kata dia.
Karena itu, menurut Aziz, lebih penting dari sekadar raihan penghargaan, karya-karya siswanya itu bisa menjadi solusi atas beberapa masalah yang ada di sekitar masyarakat. Seperti Superlamp yang memberi solusi soal pencahayaan dalam membaca.
Sekretaris Majelis Dikdasmen Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Gresik ini berharap, ajang seperti ini bisa memotivasi siswa-siswi, baik dari SDMM maupun sekolah-sekolah Muhammadiyah lain, untuk menciptakan karya-karya sains.
Syaratnya: harus peka pada fenomena sekitar, seperti Newton yang tak sekadar melihat apel jatuh. Atau Mahrus yang hasilkan karya positif dari kaca mata minusnya. (MFA)