PWMU.CO – Putusan Mahkamah Agung (MA) yang membolehkan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi menjadi bakal calon anggota legislatif menjadi diskusi menarik dalam acara Ngobrol Penuh Inspirasi (Ngopi).
Kegiatan yang merupakan hasil kerja sama antara Lingkar Cendekia Ikatan Pimpinan Cabang IMM Lamongan, Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah Paciran, dan Madani Institute ini diadakan di Kafe Vieenna, Paciran, Lamongan, Rabu (19/9/18).
Moderatori Nur Agus Rudi—Direktur Lingkar Cendekia Ikatan PC IMM Lamongan—mengawali diskusi dengan mengatakan, putusan MA itu masih menjadi pro dan kontra di masyarakat. “Ditambah lagi dari pihak KPU yang belum memberikan respon atau sikap terhadap putusan MA ini,” ujarnya membuka diskusi.
Agus menyampaikan, MA telah memutuskan untuk mengabulkan gugatan uji materi pasal Pasal 4 ayat 3 dan Pasal 7 huruf g PKPU No. 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD Kabupaten/Kota.
Selain itu juga membatalkan Pasal 60 huruf j PKPU No. 26 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua PKPU Mo 14 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPD
Pasal-pasal itu terkait larangan mantan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi, menjadi bakal calon anggota legislatif dalam Pemilu 2019.
PKPU tersebut, sambung Agus, dinilai bertentangan dengan Pasal 240 ayat 1 huruf g UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang menyebutkan: “Bakal calon DPR dan DPRD harus memenuhi persyaratan: tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.”
Pradita Aditia, narasumber dari Madani Institute menjelaskan, Indonesia mengenal istilah hukum yang lebih tinggi akan mengalahkan hukum yang lebih rendah. “Sedangkan dalam hal ini sudah jelas PKPU bertentangan dengan Pasal 240 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu,” ungkapnya.
Ketua KPU Lamongan Imam Ghozali menyampaikan, putusan MA ini tidak begitu berdampak pada pencalonan DPRD di Lamongan. “Karena dari 400 caleg hampir semua bersih, meski awalnya dulu ada beberapa eks narapidana korupsi juga mencalonkan, tapi sudah mundur,” ujarnya.
Soal sikap dari KPU Lamongan dia mengatakan, “Tegak lurus dengan keputusan KPU Pusat.”
Sementara itu Khoirul Anam, Komisioner KPU Jatim, menegaskan, tugas dan fungsi dari KPU salah satunya adalah menciptakan pemilihan yang berintegritas. “Dalam hal ini PKU hanya mengevaluasi dari pemilihan-pemilihan sebelumnya dam mencoba memperbaiki kesalahan-kesalahan besar,” ujarnya.
Apalagi, kata dia, PKPU itu tidak hanya melarang mantan narapidana korupsi untuk nyaleg. “Melainkan juga melarang bandar narkoba dan pelaku kekerasan seksual terhadap anak,” jelasnya.
Anam lalu membuat analogi. “Coba mereka yang menentang aturan ini. Anak-anaknya suruh sekolah di satu sekolah yang sama, dan diajari oleh seorang guru, mantan pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Apakah mereka mau?” ungkapnya.
Anam juga menjelaskan tentang eks narapidana korupsi yang boleh nyaleg asal mengumumkan kepada publik bahwa ia adalah eks narapidana korupsi. “Nah hal ini sering dimanipulasi oleh caleg-caleg itu, yang hanya mempublikan pada orang-orang mereka atau hanya di dalam masyarakat kecil saja,” terangnya.
Menurutnya, KPU sebenarnya memiliki ikthiar baik dalam proses Pemilu 2019. “Penyelenggara baik, pemilih baik, dan yang dipilih (caleg) juga baik,” ujarnya. (NAR)
Discussion about this post