PWMU.CO-Muhammadiyah sejak dulu bukan partai politik tapi bisa memainkan peran politik. Kita harus mampu mengartikulasikan dakwah politik untuk kebangsaan.
Hal itu disampaikan Dr Abdul Mu’ti saat menjadi pembicara dalam Dialog Ideopolitor gelombang III yang diadakan Majelis Pendidikan Kader PP Muhammadiyah di Yogyakarta, Sabtu (29/09/2018).
Menurut Mu’ti, Muhammadiyah tidak bisa lepas dari partai karena aturan menentukan arah bangsa ke depan adalah partai politik. “Bagaimana wajah bangsa ke depan, tergantung partai politik. Di sinilah Muhammadiyah harus bisa memainkan peran dengan sangat baik,” papar pria asal Jawa Tengah.
Disebutkan, peran Muhammadiyah dalam dakwah kebangsaan bisa dilakukan dalam tiga hal. Pertama, melakukan opinion make. Kelompok penyuplai gagasan bagaimana mengelola negara. Hal ini telah dilakukan Muhammadiyah dengan menyusun visi kebangsaan dalam Tanwir Lampung. Konsep Indonesia berkemajuan, dan sebagai darul ahdi wassyahadah dalam muktamar di Makassar.
“Itu merupakan peran Muhammadiyah dalam opinion maker, menyuplai gagasan bagaimana negara seharusnya dikelola,” urai pria yang akrab dipanggil Mas Mu’ti.
Kedua, melakukan political loby, lobi politik. Banyak hal dalam menentukan kebijakan negara hanya ditentukan oleh segelintir orang. Bagaimana negara bisa dikelola dengan baik itu hanya ditentukan oleh elit politik. Lobi jadi efektif karena banyak orang tidak bisa menerima jika dikritik secara terbuka.
“Muhammadiyah harus punya refered yang tinggi, Muhammadiyah itu pada maqomam mahmudah, sehingga bisa melakukan lobi dan memengaruhi para pengambil kebijakan,” urai dosen UIN Jakarta.
Ketiga, political pressure, boleh mereview, boleh mengkritik, boleh sesekali demo. Yang memimpin demo adalah Muhammadiyah, bukan hanya bawa bendera.
“Hal ini perlu stok SDM lebih banyak, perlu diversifikasi, dan perlu kekhususan. Semua terbagi, tidak tertumpu pada satu orang. Harus menempatkan Muhammadiyah pada maqomam mahmudah, tidak berhenti pada kritik, tapi harus ada yang mengisi di semua lini,” kata Abdul Mu’ti.
Dalam sejarahnya, Muhammadiyah sebagai bagian integral dari bangsa Indonesia telah membuktikan para tokoh Muhammadiyah ikut menggerakkan negara ini.
“Sejak sebelum merdeka, persiapan kemerdekaan, bahkan setelah kemerdekaan, Muhammadiyah konsisten membantu mewujudkan negara Indonesia,” tegas Sekretaris Umum PP Muhammadiyah ini.
Dalam berbangsa dan bernegara selalu berkontestasi dengan seluruh elemen bangsa yang lain. Negara Pancasila menjadi ruang terbuka untuk berfastabiqul khoirot agar setiap elemen bisa berperan mengisi Pancasila. Siapa paling aktif, dia yang paling mewarnai Pancasila.
“Ini harus jadi kesadaran bersama. Pancasila sebagai hadiah terbesar umat Islam terhadap negara Indonesia. Tidak ada alasan menyesali sejarah, apalagi sampai ada keinginan mengubah sejarah. Kita harus berkontestasi mengisi Pancasila,” tegasnya. (R6)