PWMU.CO – Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur H Nadjib Hamid MSi menekankan pentingnya bangsa Indonesia menerapkan politik nilai.
Hal itu dia sampaikan dalan Pengajian Triwulan Ke-8 Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Manyar di Masjid Taqwa Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Perumahan Pongangan Indah (PPI) Manyar, Ahad (30/9/18).
Menurut Nadjib, politik nilai itu telah dipraktikkan dengan baik oleh seorang warga Surabaya. Dia menceritakan, pada Kamis (27/9/18) lalu, ketika Cawapres Sandiaga Uno datang ke Kantor PWM Jatim, ada seorang jamaah Masjid Al-Badar, yang mengaku relawan Prabowo-Sandi, bernama H Juhansyah menyerahkan amplop berisi uang sebesar 500 ribu rupiah, untuk bantuan biaya kampanye.
“Itu adalah contoh politik nilai. Masyarakat yang membantu membiayai calon untuk bisa terpilih menjadi pemimpin. Bukan calon yang menyuap masyarakat untuk dipilih,” jelasnya.
Lebih lanjut Wakil Ketua PWM Jatim, ini menegaskan bahwa kesuksesan sebuah institusi atau organisasi, sangat ditentukan oleh loyalitas, atau ketaatan dan kesetiaan, pimpinannya pada putusan organisasi.
“Tanpa loyalitas pimpinan dan anggota untuk melaksanakan putusan organisasi, semua akan sia-sia,” tandasnya.
Karena itu, ketika dirinya diperintahkan oleh PWM Jatim untuk mendaftar sebagai calon Anggota DPD RI, ia tidak punya pilihan lain kecuali sam’an wa tha’atan.
“Bagi saya, ini adalah ujian loyalitas sebagai pemimpin yang memerlukan ketulusan dan pengorbanan. Seperti halnya, dulu Nabi Ibrahim pernah diuji loyalitasnya oleh Allah untuk menyembelih putra yang sangat dicntainya,” tuturnya.
“Bagi saya, jika dengan menjadi anggota DPD RI bisa memperluas dakwah Islam, menghidupkan cabang dan ranting serta bisa menambah anggota Muhammmadiyah, maka bismillah, asal semua komponen Muhammadiyah turut menyukseskan jihad politik tersebut,” tegas calon anggota DPD RI Dapil Jatim nomor urut 41 tersebut.
Pria kelahiran Paciran Lamongan ini juga menjelaskan tentang pentingnya strategi dakwah. “Kita harus memperluas dakwah dengan cara mengubah pola dakwah dengan sistem sel, yaitu bagaimana orang luar bisa mau ikut kajian-kajian umum yang diselenggarakan Muhammadiyah,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Nadjib juga menyinggung adanya kader-kader Muhammadiyah yang dituduh tidak Pancasialis, tidak nasionalis, anti-NKRI dan dianggap radikal hanya karena berbeda dengan pengambil kebijakan atau pemerintah.
Dia juga menjelaskan adanya pencegahan dakwah Muhammadiyah. “Banyak pengajian dengan khatib tertentu dipersulit dan dicekal. Bahkan ada yang dibubarkan karena dianggap mendukung aliran keras dan tidak setia pada NKRI,” tuturnya. Padahal, tambahnya, sejarah mencatat bagaimana Muhammadiyah berjuang demi tegaknya NKRI.
Tapi Nadjib mengingatkan, seabad yang lalu KH Ahmad Dahlan juga pernah dipersekusi saat hendak berceramah di Banyuwangi.
“Beliau dihalang-halangi bahkan diancam mau dibunuh. Tapi beliau tetap datang ke Banyuwangi walau sudah dicegah oleh aparat dan akhirnya ancaman tersebut tidak terbukti. Bahkan orang yang mengancam tersebut adalah orang pertama di Banyuwangi yang masuk Muhammadiyah,” cerita dia.
Di akhir ceramahnya Nadjib Hamid menyampaikan, untuk memperluas dakwah maupun memenangkan kontestasi politik satu satunya adalah setiap kader harus menggaet satu sampai dua orang sehingga tidak hanya kualitas tapi kuantitas juga dapat diraih. (M. Yazit N)
Discussion about this post