PWMU.CO – Untuk menjadi kaum cerdik cendekia sebagai lokomotif perubahan pada pembangunan berkelanjutan, generasi milenial Indonesia harus pandai membaca peluang dan tangguh menghadapi tantangan.
Dosen Program Studi Teknik Industri Universitas Muhamamdiyah Gresik (UMG) Nina Aini Mahbuba ST MM MT PhD menyatakan hal itu saat memberi orasi ilmiah pada Wisuda Sarjana XXXIII UMG, di GOR Tri Dharma PT Petrokimia Gresik, Sabtu (7/10/18).
“Menurut World Economic Forum (WEF), organization dan unity (kebersamaan) merupakan faktor yang teridentifikasi sebagai peluang. Sedangkan technology dan resilient (elastis) merupakan tantangan yang akan dihadapi sarjana milenial di era internet of things ini,” paparnya.
Nina, begitu sapaannya, mengatakan konsep sustainability (keberlanjutan) merupakan alternatif solusi terbaik yang diinisiasi PBB untuk memeratakan kesejahteraan bagi penduduk di planet bumi ini.
Di Indonesia sebagai negara berkembang dapat memulai mengejawantahkan konsep berkelanjutan ini dengan cara mengubah kelemahan menjadi kekuatan.
Selain itu, kemampuan membentuk networking oleh golongan terpelajar seperti sarjana ini juga merupakan salah satu cara terbaik untuk mempercepat implementasi konsep berkelanjutan di negara berkembang.
Ditemui di ruang kerjanya usai memberikan orasi, dosen lulusan program doktoral University of Leeds, United Kingdom, ini memandang lulusan UMG sebagai generasi milenial sudah siap bersaing dalam menghadapi tantangan. “Itu berdasar pada pengalaman saya sejak bergabung di UMG Oktober 1999,” ungkap Nina.
Untuk bisa bersaing itu, dia menyarankan
agar sarjana milenial UMG menciptakan bisnis berkonsep sociopreneurship yakni dengan memberdayakan potensi unggul di daerahnya.
“Misal di Gresik terbukti sudah banyak Usaha Kecil Menengah (UKM) sarung alat tenun bukan mesin (ATBM) yang dikelola sederhana dengan menggunakan pewarna alam dari tumbuhan, empon empon, dan biji bijian,” ujarnya.
Dosen yang terkenal killer dalam membimbing skripsi mahasiswa itu memberikan tiga tips agar para wisudawan menjadi generasi milenial yang handal di dunia luar.
Pertama, time management. Sejak semester satu mahasiswa diberikan pemahaman agar lulus tepat waktu: 3,5 atau 4 tahun. “Nah, di situlah pentingnya time management yang jelas dan terukur pencapaian dalam setiap semester,” ujarnya.
Mahasiswa, sambungnya, juga harus belajar mengelola waktu antara kuliah dengan aktif di unit kegiatan kampus. “Partisipasi aktif di satu organisasi di kampus atau di luar merupakan salah satu cara networking sejak dini,” tuturnya.
Tips kedua, kata Nina, mahasiswa harus mampu mengubah kelemahan dan kekurangan menjadi kekuatan dan motivasi diri.
Yang ketiga menurut dia, mahasiswa harus membiasakan berpikir kritis dengan mengembangkan kerangka pertanyaan 5W+1 H (what/apa, where/di mana, when/kapan, who/siapa, why/mengapa, dan how/bagaimana).
Nina mengatakan, konsep tersebut umum digunakan untuk menumbuhkan penalaran empiris. “Jika terbiasa berpikir kritis dan mencari alternatif solusi untuk persoalan akademik dan non-akademik, generasi milenial ini akan mampu menjadi agent perubahan di masyarakat sebagai sociopreneur,” ujarnya. (Tsalis)