PWMU.CO – Menjalankan misi kemanusian sebagai relawan Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur merupakan pengalaman pertama bagi Dini Noviani.
Meski begitu, wanita yang berprofesi sebagai guru ini mengaku senang, sekaligus bangga bisa menjadi bagian MDMC PWM Jatim dalam misi membantu warga korban gempa dan tsunami di Palu, Donggala dan Sigi, Sulawesi Tengah (Sulteng).
“Ini pertama kali saya jadi relawan dan bergabung dengan MDMC Jatim,” ujar cewek kelahiran Palu, Sulteng ini.
Dini menceritakan asal muasal dirinya bisa terlibat misi kemanusian bersama MDMC Jatim di Palu. Kepada PWMU.CO yang mewawancarainya secara eksklusif, Jumat (12/10/18), dia mengisahkan pengalamannya.
Shalat Magrib, Jumat (28/9/18), pesan WhatsApp (WA) masuk ke smartphone milik Dini Noviani. Pesan itu menanyakan soal kabar keluarga Dini yang ada di Palu.
“Din orangtua kamu bagaimana kabarnya?” demikian isi pertanyaan via WA itu. “Loh, emang kenapa?” jawab Dini yang ternyata masih belum mengerti apa maksud dari pesan WA itu.
Waktu menerima pesan itu, Dini mengaku belum tahu kabar terjadinya gempa bumi dengan magnitudo 7,3 dan berdampak tsunami di Palu, Donggala, dan Sigi.
“Sore harinya, kembaran saya yang di Sumedang, Jawa Barat sedang telepon. Dia bilang baru saja menelepon mama di Palu. Selesai teleponan itu, HP saya taruh. Saya tidak pegang HP sampai selesai Shalat Magrib,” tutur Dini.
Wanita yang berprofesi sebagai guru SD Muhammadiyah 4 Batu itu baru mengetahui peristiwa yang memilukan hati terjadi di Sulteng saat dirinya menonton berita di televisi.
“Saya seketika itu panik. Saya langsung menghubungi mama (Sri Wahyuni), ayah (Tata Kuswata), dan kakak (Didiet Purwanto) yang ada di Palu Selatan,” papar alumni psikologi UMM itu.
Keluarga Dini ini tercatat sebagai Aparat Sipil Negara (ASN) asal Jawa (ibu)-Sunda (ayah) yang ditempatkan di Palu. Mereka berada di Palu sejak tahun 1976. Ayah, ibu dan kakaknya tinggal di Jalan Towua Kelurahan Tatura Selatan, Palu Selatan, Kota Palu.
Sayangnya, tidak ada satu pun telepon Dini yang tersambung. Dini pun terus berusaha menelepon hingga tengah malam.
“Berpuluh-puluh kali saya telepon, tapi tidak pernah nyambung. Hingga tenggah malam saya terus menelepon, dan berharap ada kabar dari keluarga di sana. Sampai saya ketiduran pun belum nyambung,” terangnya.
Keesokan harinya, setelah terjaga, Dini kembali berusaha menghubungi keluarganya. Kabar baik itu pun akhinya datang. Pukul 04.30, telepon Dini tersambung dan diangkat oleh mamanya.
“Saya sempat ngobrol dengan mama selama 13 menit. Setelah itu terputus dan tidak bisa dihubungi lagi. Tapi alhamdulillah, keluarga saya selamat semua,” kisahnya.
Atas dasar itulah, Dini bertekad, berniat, dan berkeinginan untuk bisa berangkat ke Palu. Pasalnya, Palu adalah tanah kelahiran Dini.
“Saya besar di sana. Sekolah (sampai SMA) di sana. Keluarga saya di sana. Jadi saya harus ke sana. Nah, itulah motivasi awal saya bergabung menjadi relawan MDMC PWM Jatim,” ungkap Dini seperti disampaikan kepada Isnatul Chasanah, relawan MDMC Jatim yang pernah ditugaskan ke Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Gayung pun bersambut. Niat baik Dini menjadi relawan pun diakomodasi oleh pihak MDMC PWM Jatim. “Saya hubungi teman saya, Isna. Setelah itu saya dihubungkan oleh Mbak Yuanita yang kemudian mengatur keberangkatan relawan Muhammadiyah Jatim ke Palu,” paparnya.
Dini akhirnya diberangkatkan sebagai relawan MDMC PWM Jatim yang dikirim untuk pertama kalinya ke Palu, Ahad (30/9/18). “Saya akhirnya berangkat bersama sembilan relawan MDMC PWM Jatim ke Palu,” terangnya.
Setibanya di Universitas Muhammadiyah Palu—lokasi Pos Koordinasi MDMC Indonesia, Dini tidak bisa serta merta langsung bertemu dengan keluarganya. Dini bersama relawan MDMC lainnya harus bertugas menata posko, mendata, dan menangani warga yang mengungsi di sekitar poskor.
Selain itu, stok bakar bakar minyak (BBM) di Poskor MDMC Indonesia sedang menipis. Hal itu dipicu tidak adanya ketersedian dan distribusi BBM dari Pemerintah pasca gempa dan tsunami melanda.
“Saya tidak bisa egois alias mementingkan diri sendiri. Bisa saja saya langsung pulang dengan memakai motor dan menghabiskan BBM. Tapi, hari pertama saya harus fokus membantu pengungsi,” imbuhnya.
Pun demikian pada hari kedua di Palu. Dini masih tetap harus menahan diri untuk bisa menemui keluarganya.
Padahal, ketika itu, Dini sudah ikut bersama relawan medis MDMC Jatim melakukan assessment ke kantor Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Palu, yang lokasinya searah dan sudah dekat dengan rumahnya.
Lantaran stok BBM di mobil sangat minim, sedang agendanya padat. Dini dengan berat hati harus mengurungkan niatnya pulang ke rumah.
“Saya tidak bisa memaksa minta diantar pulang ke rumah. Meski saya sempat nangis di depan relawan medis. Tapi jadi malah jadi bahan candaan,” tuturnya sedih.
Dini baru bisa bertemu keluarga dan melihat kodisi rumah setelah tiga hari bertugas sebagai relawan.
“Ceritanya saya pulang ke rumah nebeng relawan medis MDMC Jatim yang melakukan kordinasi kembali dengan Dinkes. Juga melakukan pelayanan medis di dekat rumah. Kesempatan kedua ini saya manfaatkan,” urainya.
Dini menyampaikan rasa syukurnya karena keluarganya sehat wal afiat. Meski rumahnya terdampak gempa, tapi tidak terlalu parah. “Alhamdulillah, keluarga sehat dan aman. Rumah ibu saya retak-retak di bagian dapur saja,” terangnya.
Sementara, tetangga di sekitar rumah juga selamat dan rumahnya tidak begitu parah. “Karena lokasi rumah saya jauh dari pantai dan berada di dataran tinggi, jadi tidak kena tsunami. Hanya gempa saja,”
Saat ini, Dini membawa serta kedua orangtuanya pulang ke Kota Batu, Jawa Timur. Untuk sementara waktu, kedua orangtuanya akan bersamanya. “Rumah di Palu dijaga kakak,” pungkasnya. (Aan)
Discussion about this post