PWMU.CO – Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur H Nadjib Hamid MSi berkesempatan menyambangi warga Muhammadiyah Kecamatan Wringinanom, Kabupaten Gresik, Ahad (20/10/18).
Nadjib didaulat untuk memberi ceramah dalam Kajian Ahad Pagi yang digelar di halaman SD Muhammadiyah 1 Wringinanom. Ratusan peserta memadati tempat pengajian.
“Saya salut pada panitia pengajian ini karena bisa on time. Jamaah datang tepat waktu. Inilah salah satu contoh penerapan jiwa islami,” kata Nadjib sambil mengacungkan jempolnya ke jamaah.
Menurutnya disiplin waktu adalah bagian dari ajaran Islam yang sering diremehkan oleh umat Islam. Padahal hal itu adalah bagian dari penerapan Islam yang kaffah (sempurna). Bagi dia Islam yang kaffah bukan melulu berkaitan dengan ditegakkannya hukum pidana Islam.
“Banyak cara agar Islam diterapkan secara kaffah, tanpa harus menunggu intervensi pemerintah,” ucapnya.
Selain tepat waktu, dia mencontohkan kebiasaan menjaga kebersihan sebagai hal yang sederhana tapi bisa dipraktikkan langsung. “Karena pada dasarnya umat Islam tidaklah kumuh,” ucapnya.
Sayangnya, nilai-nilai Islam yang bersentuhan dengan kehidupan sehari-hari itu banyak ditinggalkan umat Islam, termasuk di Indonesia. Sehingga dalam berbagai survey tentang negara yang dianggap paling Islami, rangking Indonesia berada di urutan 140. Dibanding dengan negara-negara Islam lainnya, juga sangat jauh.
Mantan Komisioner KPU Jawa Timur ini lalu mengutip penelitian Prof Hossen Askarie, seorang guru besar politik dan bisnis internasional di Universitas George Washington AS, yang meneliti 208 negara untuk mengetahui mana yang mengaplikasikan nilai-nilai Islam paling banyak.
“Pada penelitian tahun 2010 ternyata peringkat teratas diraih oleh Selandia Baru. Sementara Indonesia menduduki peringkat ke-140,” ungkapnya.
Sedangkan pada penelitian tahun 2014 peringkat teratas juga diraih oleh negara non-muslim, yaitu Irlandia. Dan negara-negara Islam tak satu pun yang masuk 25 besar, seperti Malaysia (33), Kuwait (48), Arab Saudi (91), dan Qatar (111).
Nadjib mempertanyakan, mengapa Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim, tetapi peringkatnya sebagai negara islami masih jauh? “Karena dalam kesehariannya (penduduknya) tidak mencerminkan kepribadian yang kaffah,” jawabnya sendiri.
Calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Dapil Jawa Timur No 41 ini juga menyinggung pentingnya Muhammadiyah melakukan jihad politik, setelah sebelumnya melakukan jihad konstitusi dan jihad-jihad lain di bidang pendidikan, sosial, dan ekonomi.
“Muhammadiyah tidak hanya ingin menjadi pemadam kebakaran,” ucapnya. Maka, lanjut dia, perlu berjihad di bidang politik. Tapi untuk kepentingan itu, Muhammadiyah tidak perlu berubah menjadi partai politik. Muhammadiyah hanya perlu mengirim kader-kader terbaiknya untuk bisa menjadi bagian pengambil keputusan politik.
Menurut pria asal Lamongan ini, kemaksiatan seperti korupsi, perjudian, atau merajalelanya minuman keras tidak akan teratasi jika hanya dibacakan ayat-ayat Kitab Suci.
“Kalau kita hanya baca ayat, tidak akan ada aparat yang menertibkan, dan tidak akan ditaati kecuali kalau sudah ada undang-undang atau peraturan lainnya,” terangnya.
Maka, menurutnya, Muhammadiyah tidak hanya berjuang di hilir tapi juga harus berjuang di hulu. Mendudukkan kader-kadernya pada posisi politik yang strategis sebagai pembuat undang-undang, dan sejenisnya. (Ani Ummu Aida)