Meski demikian, semua peneliti Muhammadiyah satu pendapat jika Kyai Dahlan dan para aktivis awal itu sangat dekat dengan Boedi Oetomo. “Pada tahun 1917/1918 Dahlan adalah salah seorang diantara 9 orang pimpinan, dan sebagai salah seorang diantara 3 komisioner Boedi Oetomo cabang Yogyakarta,” begitu tulis Alfian berdasarkan “Verslag Boedi Oetomo Tahoen Kesepoeloeh 1917-1918.”
Kedekatan itu juga terlihat dalam kegiatan kongres tahun 1917 di sekolah Muhammadiyah itu, yang diselenggarakan pada hari Sabtu malam Ahad, pertengahan Maret 1917. “Tetapi penghuni kampung Kauman entah diundang atau tidak, mereka hanya datang melihat dari luar gedung sekolahan. Bahkan ada yang melihat itu dengan sembunyi-sembunyi di tempat yang agak gelap karena malu-malu takut,” begitu catatan yang menggambarkan sambutan hangat warga Kauman.
Adapun anak-anak yang disuruh menjadi panitia yang menyiapkan ruangan maupun konsumsi, pelayan mereka turut duduk dalam gedung tetapi sebagai mustami’ (pendengar) saja. Bahkan tulis Syoedja’ yang juga salah satu diantaranya, “panitia” ini tidak mengerti betul-betul apa yang diterangkan oleh pembicara selama dalam Kongres.
“Karena pembicara banyak menggunakan bahasa asing yang tidak dimengerti oleh mereka. Hanya memandang lagak lagunya pembicara memang tangkas dan bergas serta bagi mereka yang betul-betul mengerti,” tambah Syoedja’ lagi tentang ketidak mengertian para murid Kyai Dahlan yang dipaksa untuk tinggal di ruangan Kongres itu.
Sementara Kyai Dahlan sendiri, dalam Kongres ini juga tidak tinggal diam. Dalam catatan Deliar Noer, Solichin Salam, MT Arifin, dan Abdul Munir Mulkhan, Kyai Dahlan ditugaskan memberi pengajian kepada anggota Kongres. “Dan tampaknya pengajian yang ia sampaikan di hadapan peserta Kongres memberi kesan yang mendalam pada para peserta,” tulis Deliar Noer.
“Sesudah Kongres selesai, Dahlan sering diminta memberikan pengajian ke perbagai tempat di Jawa. Dan perjalanan ke kota-kota Jawa ini merupakan langkah awal bagi perkembangan Muhammadiyah ke luar daerah Yogyakarta,” demikian Deliar Noer menganalisa peran penting Kongres Boedi Oetomo di rumah Kyai Dahlan.
Kongres pada zaman itu pun jangan dibayangkan seperti Kongres, Muktamar, dan sebutan lainnya dalam masa kekinian yang bisa menghabiskan waktu hingga berhari-hari. “Akhirnya rapat ditutup ± jam 12 dengan selamat dan gembira, serta pimpinan mengucapkan terima kasih banyak kepada hadirin sekalian dan memberikan selamat jalan,” Syoedja’ memberi kesaksian peristiwa tersebut.
Kongres Boedi Oetomo di rumah pendiri Muhammadiyah dan di area sekolah Muhammadiyah yang pertama itu pun selesai dengan sukses dengan beberapa efek keba(j)ikan bagi perkembangan Muhammadiyah. (iqbal paradis)