PWMU.CO – Forum Kajian Dosen “Padhang Wetan” Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya kembali menggelar kajian rutin putaran ke-8 di ruang kajian FAI UMSurabaya, Rabu (18/5). Kali ini, tema yang diangkat adalah “Rekonstruksi Paradigma Pendidikan Muhammadiyah Berkemajuan”. Ketua Prodi PAI FAI UMSurabaya Drs Mulyono Najamudin MPdi bertindak sebagai narasumber.
(Baca: Penulisan Sejarah Islam Harus Objektif)
Dalam kesempatan itu Mulyono memaparkan, saat ini pendidikan Muhammadiyah dinilai masih menganut paradigma modernisme. Salah satu ukuran modernisme, kata Mulyono adalah pendidikan Muhammadiyah masih berorientasi kognitif saja. Sementara untuk aplikasi masih sedikit. Sehingga anak didik (siswa atau mahasiswa) lebih banyak mengetahui informasi tentang sesuatu, daripada mengaplikasikannya.
”Salah satu contoh, pengetahuan tentang bersih yang sangat dianjurkan oleh agama Islam. Tetapi perilaku bersih itu jarang sekali dipraktikkan dan diaplikasikan,” paparnya.
Sementara Sholik Al Huda MFil, selaku pengasuh FKD FAI UMSurabaya mengatakan, diperlukan rekonstruksi pendidikan Muhammadiyah. Dari paradigma modernisme ke postmodernisme. Dengan lebih menekankan dan memerhatikan unsur-unsur kreatif, deferensiasi, dan kearifan lokal masing-masing daerah.
(Baca: UMSurabaya Tawarkan Beasiswa Kader Ulama)
”Bukan homogenitas atau sentrakitas sistem pendidikan yang saat ini di tangan Majelis Dikdasmen atau Majelis Dikti Muhammadiyah. Tetapi juga diperlukan desentralisasi sistem pendidikan sesuai dengan kearifan lokal,” kritik Sholik, kandidat doktor UINSA Surabaya ini.
Lebih lanjut Sholik memaparkan kasus yang sedang hangat diberitakan di media akhir-akhir ini. Terutama kasus pembunuhan dosen UMSU yang dilakukan salah satu mahasiswanya. Juga maraknya kasus tindak asusila yang menimpa anak di bawah umur. Hal itu dikatakan Sholik, sebagai potret buram gagalnya pendidikan di Indonesia.
”Ini dapat dikatakan sebagai potret buram kegagalan pendidikan kita. Terutama pendidikan agama. Kalau di perguruan tinggi Muhammadiyah (PTM) itu sebagai tugas dosen AIK. Namun hal itu tidak sepenuhnya menjadi beban mereka saja. Tetapi banyak pihak juga harus berperan. Untuk itu diperlukan koreksi total terhadap pendidikan kita (Muhammadiyah),” tandasnya. (aan)