PWMU.CO – KH Fachruddin adalah kader langsung KH Ahmad Dahlan. Suatu hari dia pamit agar diizinkan untuk sementara tidak aktif dalam Muhamadiyah. Dia ingin memperbaiki nasib. Ingin fokus berdagang. Ya, tidak aktif hanya sementara saja.
Dan inilah jawaban Dahlan: “Apa engkau kira kalau meninggalkan Muhammadiyah dan berdagang saja engkau akan menjadi kaya? Bukankah Allah Sang Pemberi rezeki?”
Fachruddin malu pada dirinya sendiri. Dia tidak jadi berhenti, malah semakin giat mengurus Muhammadiyah. Sambil berdagang, sambil bertabligh, sambil membina kader, sambil menulis naskah untuk majalah, sambil aktif mengurus Muhammadiyah, ternyata rezekinya tidak menyusut.
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bisa menyiapkan kader. Itulah yang dilakukan Fachruddin terutama kepada anak muda yang dia yakini punya potensi menjadi pemimpin. Dan saat itu dia perhatian kepada pemuda Yunus Anis, seorang mubalig muda.
Fachruddin adalah pemimpin persyarikaan yang memegang teguh aturan organisasi. Bukan hanya taat aturan tetapi bahkan dia hafal luar kepala anggaran dasar dan ketentuan lain organisasi. Dia ingin kadernya juga punya ketaatan demikian.
Suatu hari Yunus Anis datang ke rumah Fachruddin. “Apakah engkau sudah menjadi anggota Muhammadiyah?” tanya Fachruddin.
Yunus Anis tergagap mendapat pertanyaan mendadak itu.
“Belum,” jawab Yunus Anis. Kini Fachruddin yang terbelalak.
“Bagaimana kamu ini. Pernah menjadi guru Muhammadiyah, menjadi pimpinan cabang, malah Ketua Majelis Tabligh dan Majelis Pustaka, tapi belum menjadi anggota. Ah, masyaallah…”
Yunus menjawab: “Tapi dalam hati yang paling dalam saya sudah merasa menjadi anggota Muhammadiyah, sudah berbuat untuk Muhammadiyah. Yang penting kan kerjanya.”
“Tidak!” potong Fachruddin. “Menjadi anggota Muhammadiyah harus lahir batin. Tidak cukup hanya di batin saja. Harus mengikuti aturan Muhammadiyah lahir batin.”
Beberapa hari kemudian Yunus Anis menemui Fachruddin dan menyatakan sudah menjadi anggota Muhammadiyah.
“Sudah punya anggaran dasar? tanya Fachruddin.
“Sudah! Malah saya sering melayani kawan-kawan yang membutuhkan,” kata Yunus.
“Sudah kau baca seluruhnya dari A sampai Z?” tanya Fachruddin.
“Sudah saya baca, tetapi belum tamat karena saya ambil yang perlu-perlu saja dan saya cari pasal-pasal tertentu bila ada masalah atau kesulitan,” kata Yunus.
“Oh, jadi dalam anggaran dasar banyak perkara yang tidak perlu, begitu?” tanya Fachruddin. Sekali lagi Yunus Anis tergagap.
Fachruddin lalu mengambil buku anggaran dasar dan meminta Yunus Anis membacanya sampai tamat. Fachruddin memberi penjelasan seperlunya pada bagian-bagian tertentu.
Beberapa hari kemudian Yunus hafal anggaran dasar di luar kepala dan mampu memberikan penjelasan dengan baik.
Di belakang hari Yunus menjadi Sekretaris Pimpinan Pusat beberapa periode. Bahkan akhirnya menjadi Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Semua ini menggambarkan tokoh-tokoh dahulu dalam mengelola dan memajukan perysarikatan. Tergambar betul sikap disiplinnya, istiqamahnya dan ketulusannya.
Sikap Fachruddin kepada Yunus Anis bukan bermaksud mempersulit menjadi penggerak organisasi, tetapi ingin calon pimpinan Muhammadiyah itu memulai dari dirinya sendiri patuh lahir batin pada aturan organisasi.
Fachruddin tahu Yunus Anis adalah anak muda bibit unggul. Karena itu Fachruddin menolak ketika Yunus mengatakan: “Dalam hati saya merasa sudah menjadi anggota. Saya sudah berbuat untuk Muhammadiyah, dan yang penting kan kerjanya.”
Ini semua bagi Fachruddin tidak cukup bagi kader calon pimpinan persyarikatan. Harus lahir batin. (*)
Kolom oleh Nur Cholis Huda, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim.