PWMU.CO – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Republik Indonesia Prof Muhadjir Effendy mengatakan prinsip sedikit bicara dan banyak bekerja yang selama ini diamalkan warga Muhammadiyah perlu diubah karena itu sudah tidak relevan lagi.
“Sekarang itu waktunya Muhammadiyah sedikit-sedikit pencitraan dan banyak bekerja,” katanya ketika menjadi keynote speaker acara Rembuk Nasional Forum Guru Muhammadiyah di Aula Mohamad Djazman Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jumat (9/10/18).
Menurut Muhadjir, Muhammadiyah memiliki banyak sekolah yang bagus, berkualitas, dan berkeunggulan yang perlu untuk dikabarkan. “Jadi jangan takut mencitrakan keunggulan-keunggulan kita. Itu bukan riya. Tapi itu kebutuhan,” selorohnya di hadapan ratusan guru Muhammadiyah dari Sabang sampai Papua.
Ia menyebutkan, kalau Muhammadiyah tidak mau tampil untuk mencitrakan diri, maka akan kalah dengan mereka yang kerjanya jelek dan tidak punya apa-apa tapi eksis mencitrakan diri.
“Sekarang ini adalah eranya pencitraan. Kalau kita tidak bisa aktif mencitrakan diri, maka akan diambil mereka yang tidak bisa bekerja. Kita harus aktif menebar konten positif tentang Muhammadiyah,” tegasnya.
Mantan Rektor UMM itu mengungkapkan, Muhammadiyah sejatinya memiliki modal kuat untuk membangun sekolah unggul karena sangat menguasai dan berpengalaman. Muhammadiyah juga punya budaya kelembagaan yang baik, terbiasa mandiri, dan penuh percaya diri dalam mengelolah lembaga pendidikan pada khususnya.
“Nah, karena saya kebetulan menterinya (dari orang) Muhammadiyah, maka tarahunannya berat jika sekolah Muhammadiyah tidak maju dan berkeunggulan,” kelakarnya.
Karena itu, Muhadjir meminta para stakeholder Persyarikatan untuk jangan berlindung di balik jargon “Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah” supaya lepas dari tanggung jawab menggaji orang.
“Kalau memang mereka sudah mengabdikan dirinya dengan sepenuh hati, maka kita harus punya tanggung jawab untuk memberikan jaminan kehidupan yang layak buat mereka,” ungkapnya. “Kalau kita memperkaya diri itu. Lah itu baru salah.”
Menyinggung soal keterlibatan Muhammadiyah dalam politik, Muhadjir mengungkapkan Muhammadiyah masih tertinggal jauh. “Ibarat kendaraan Muhammadiyah itu sudah di-setting menjadi bus pengangkut orang. Bukan truk pengangkut sampah. Karenanya kalau bicara menggelola sekolah Muhammadiyah memang jagonya. Tapi soal berpolitik kita masih kurang. Kita itu marketing politiknya kurang,” ungkapnya.
Padahal, kata dia, kalau dihitung-hitung dan Muhammadiyah berani klaim bahwa kita mempunyai banyak sekolah, rumah sakit, universitas, dan lainnya. “Kalau modal itu kita kuatkan kita bisa bersaing dalam politik,” tuturnya.
Ia lalu mengajak sekolah Muhammadiyah untuk memperbanyak menampilkan sosok keteladan guru. “Jangan hanya normatif saja. Kita harus mulai kenalkan tokoh-tokoh inspiratif Muhammadiyah,” pintanya.
Muhadjir berharap sekolah Muhammadiyah bisa ikut berpartisipasi menyukseskan program Kemendikbud RI, seperti penguatan pendidikan karakter, sistem zonasi sekolah, dan program lima hari sekolah serta program Kemendikbud lainnya. “Saya berharap sekolah Muhammadiyah iku sukseskan program Kemendikbud RI,” pungkasnya. (Aan Hariyanto)