PWMU.CO-Mubalighat diminta pahami tugas sebagai istri sebelum berdakwah kepada perempuan lain. Sangat ironis demi melaksanakan misi dakwah tapi utama rumah tangga malah terabaikan.
Hal itu dikatakan Wakil Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Wilayah Aisyiyah (PWA) Jawa Timur Uswatun Hasanah pada pelatihan madrasah perempuan berkemajuan di Sahid Montana Hotel, Sabtu (10/11/2018).
Uswatun menjelaskan , para mubalighat Aisyiyah wajib memahami dan mengamalkan fungsi perempuan sebagai putri dan istri. Rujukannya surat Al Hujarat ayat 13 dan An Nahl ayat 97 yang mengupas tentang akhlak.
“Sudahkah kita sebagai istri, bisa berperan sebagai penyejuk suami? ” tanya Uswatun. “Itulah tugas kita yang utama sebagai istri,” kata dia menjawab pertanyaannya.
Jika sudah memahami tugas istri itu, sambung dia, boleh berdakwah kepada perempuan lain. Menurut dia, sesibuk apa pun perempuan menjadi mubalighat saat berada di rumah harus bisa membuat sejuk suami dan anak-anaknya. Meskipun capai.
Dia juga mengingatkan agar orangtua dalam memilih sekolah untuk anaknya, hendaknya dipilihkan sekolah yang mendidik muridnya takut pada Allah. “Akan merugi bila sekolah tempat belajar putra – putri kita tidak bisa membuat putra-putri kita takut sama Allah,” tegasnya.
Forum kemudian dibagi menjadi tujuh kelompok diskusi. Pokok bahasannya berbeda. Kelompok pertama membahas bagaimana wanita seharusnya berpakaian. Kelompok kedua, hukum arak-arakan pawai dan demonstrasi bagi wanita.
Kelompok tiga, terkait wanita dan kesenian. Kelompok empat membahas tentang wanita dan ilmu pengetahuan. Kelompok lima terkait wanita dan jihad. Kelompok enam , wanita Islam dalam bidang politik. Kelompok tujuh membahas tentang boleh tidaknya wanita menjadi hakim.
Diskusi berlangsung seru. Masing-masing peserta sangat aktif menyampaikan pendapat dan sanggahannya. Setelah diskusi kelompok, kelompok diberi kesempatan mempresentasikan hasilnya yang kemudian ditanggapi kelompok lain.
Kelompok enam paling lama waktu pembahasan tentang wanita Islam dalam bidang politik. Dalam pro kontra akhirnya diambil kesimpulan bahwa kader Aisyiyah tidak berpolitik praktis sebagaimana Muhammadiyah. Tapi wajib melek politik. ”Bila bertujuan amar makruf nahi munkar maka kader harus di dorong untuk masuk dunia politik dan semua wajib mendukungnya.” (Uzlifah)