
PWMU.CO – Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur A Basuki Babussalam menekankan pentingnya kader Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) memiliki sikap optimistis dan berfikir inovatif agar mampu memenangkan persaingan menghadapi era milenial.
Hal itu disampaikan dalam acara Seminar Tanwir Muktamar XXI bertema “Peran Pelajar sebagai Penopang Ekonomi Bangsa di Era Milenial” di Hall SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo (Smamda), Sabtu (17/11/18).
Basuki menceritakan, dulu, kalau seseorang ingin menjadi pengusaha transportasi misalnya, harus memiliki modal besar untuk membeli armada, merekrut sopir dan lainnya.
Tapi kini, lanjut dia, di era digital, orang bisa menjadi pengusaha transportasi sukses dengan bermodalkan karya inovatif.
“Salah satu contoh sukses itu adalah hadirnya go-jek, go car, dan lainnya. Tanpa perlu punya armada sendiri, hanya butuh aplikasi, mereka bisa membikin perusahan transportasi,” katanya.
Bisnis tersebut, menurut dia, lebih menekankan pentingnya jejaring. “Nah, kader IPM bisa membangun ekonomi berjejaring dengan pola sukses bersama semacam itu,” tuturnya.
Politisi PAN itu kemudian mengungkapkan, masa depan bangsa Indonesia itu tergantung sejauh mana keyakinan ataupun optimisme dari generasi muda dalam memandang masa depan. Sebab, optimisme dan keyakinan dari generasi muda merupakan modal untuk menata masa depan bangsa.
“Kader IPM harus punya sikap optimistis itu agar mampu menata masa depan bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik,” ujarnya.
Sementara Eks Dirut PT Petrogas Jaya Utama Leo Herlambang mengungkapkan, bangsa di masa depan adalah bangsa digital, yang mana semua bangsa akan bergantung, bahkan dikendalikan oleh bangsa digital itu.
Maka dari itu, Leo mengingatkan, kader IPM pada khususnya, jangan mau kalah dan terjajah oleh digitalisasi dengan hanya menjadi seorang konsumen. Utamanya para perempuan. “Jangan sampai kita terjajah dengan menjadi konsumen karena adanya perkembangan digitital itu,” ingatnya.
Di akhir papaarannya, Leo berharap, kader IPM bisa menjadi benteng untuk menjaga bangsa Indonesia dari risiko menjadi korban bangsa digital.
“Sekarang ini sebuah bangsa bisa menguasai tanpa harus kontak fisik. Jadi, kalau kita tidak siap, maka kita akan terjajah,” tegasnya. (Aan)