PWMU.CO – Klinik Pendidikan MIPA (KPM) Cabang Surabaya memperkenalkan cara berpikir suprarasional saat membekali guru-guru SD/MI Muhammadiyah se-Gresik dalam Pelatihan Guru Pembina Olimpiade Matematika SD, di aula SD Muhammadiyah Manyar (SDMM) Gresik, Sabtu-Ahad (1-2/12/18).
Pelatihan diadakan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Gresik dengan menggandeng KPM Cabang Surabaya.
Menurut Ketua Divisi Pendidikan KPM Cabang Surabaya Saidi Amin, berpikir suprarasional itu menjadi salah satu kunci keberhasilan KPM bisa berkembang hingga sekarang—sejak didirikan tahun 2001 oleh R Ridwan Hasan Saputra MSi.
Berpikir suprarasional itu meyakini ada sesuatu yang lain—yang lebih kuat darinya sebagai tempat bersandar dirinya yang merasa lemah dan terbatas. “Jadi menyandarkan dirinya kepada Allah SWT, landasan akidahnya yang menjadi tolak ukur berpikir,” kata Saidi.
Dalam KPM, salah satu implementasi berpikir suprarasional itu adalah Sistem Metode Seikhlasnya (SMS). Yaitu suatu sistem untuk membuat manusia menjadi ikhlas dan dengan itu semakin paham aturan Allah dan semakin mengenal-Nya.
Aplikasi sistem metode seikhlasnya di KPM salah satunya dalam bentuk belajar, pelatihan, dan lomba menggunakan bayaran dengan memasukan uang seikhlasnya ke dalam keropak.
Sebelum menerangkan tentang berpikir suprarasional, Saidi menjelaskan cara berpikir lainnya. Yaitu, berpikir natural, berpikir alami. “Kalau petani gitu ya pagi berangkat ke sawah, kemudian menanam padi, pulang lagi sorenya. Begitu setiap hari. Begitu juga Bapak-Ibu guru. Waktunya ngajar ya ngajar, waktunya ngoreksi ya ngoreksi, selesai, pulang. Nah seperti itu. Itu natural,” jelasnya.
Selain berpikir natural, ada berpikir rasional, yaitu menggunakan akal. “Jadi kalau tadi petani berangkat pagi, sore pulang, kemudian dijual padinya, singkongnya. Misalnya 1 kilo 5 ribu. Petani yang rasional, akan berpikir bagaimana caranya singkong yang awalnya 1 kilo 5 ribu menjadi 30 ribu. ya diolah,” paparnya memberi contoh.
Saidi melanjutkan, demikian juga Bapak dan Ibu guru. “Tidak hanya mengajar, tapi bagaimana caranya supaya anak-anak tertarik dengan apa yang kita sampaikan. Bisa jadi ikut pelatihan, kuliah lagi, atau upaya lainnya,” ujar alumnus MI Muhammadiyah Pantenan, Panceng, Gresik tersebut.
Ada juga yang berpikir supranatural.
“Manusia itu memiliki sifat terbatas. Merasa lemah. Oleh karena itu ada keyakinan sesuatu yang lain yang lebih kuat darinya. Orang yang berpikir supranatural itu larinya ke jin, mbah dukun, dan lainnya. Biasanya gitu,” ujarnya saat menyampaikan materi Sistem Metode Seikhlasnya dengan Cara Berpikir Suprarasional dan Matematika Nalaria Realistik, yang diikuti 43 guru matematika dari 25 SD/MI se-Kabupaten Gresik, Sabtu (1/12/18).
Saidi juga menjelaskan tentang tiga bekal ‘antena’ yang diberikan Allah kepada manusia. “Ada tiga macam antena oleh Sang Khalik, yang jika tiga antena ini dilatih, dieksplor, dia akan mendapatkan kemanfaatan,” kata Saidi.
Antena pertama, panca indera atau fisik. “Contohnya pelari, jika dilatih terus, maka ia akan mendapat kemanfaatan menjadi atlet. Mendapat gaji, penghidupan, dan sebagainya,” ujarnya.
Yang kedua akal, untuk berpikir. “Contohnya guru, dokter, insinyur, dan lainnya,” ujar Saidi.
Saidi mengatakan, panca indera dan akal ini terbatas. “Saya punya guru MI di daerah biasa. Gajinya ya tidak seberapa, tapi bisa menyekolahkan kedua anaknya sampai S1. Kalau dihitung-hitung dengan gaji gak nutut,” cerita dia.
Karena itu, Allah membekali manusia dengan antena yang ketiga, yakni hati. “Banyak sekali sekolah Muhammadiyah yang kerjasama dengan kami. Kenapa?Visi misinya insyaallah tidak jauh beda,” ujar Saidi.
Di Muhammadiyah, lanjutnya, guru dibekali dengan dedikasi, pengabdian, dan keikhlasan. “Di KPM, kami meyakinkan bahwa dedikasi dan keikhlasan yang kita lakukan akan dibalas oleh Allah SWT dalam bentuk kebutuhan kita,” tuturnya.
Saidi menambahkan, di KPM ada program Merencanakan Kesusahan. “Kalau susah senang itu bisa dipergilirkan, mengapa kita tidak merencanakan kesusahan, supaya bisa dapat kesenangan,” ujarnya.
Saidi mencontohkan, anak-anak kita latih merencanakan kesusahan. “Sabtu harus ikut kelas KPM, yang mestinya mereka bisa ke mall. Belum lagi amalan sunahnya. Itu kan susah,” jelasnya.
Kami di KPM, lanjut Saidi, selalu menekankan bahwa guru KPM itu mengajar bukan untuk mencari tambahan, tapi keberkahan. “Karena ngajar KPM itu ada perputaran pahala di dalamnya. Mengingatkan anak-anak shalatnya, 7 amaliah sunahnya,” jelasnya menyadarkan peserta.
Kunci keberhasilan KPM lainnya adalah Matematika Nalaria Realistik (MNR). “Jadi tidak cukup bagaimana konsepnya, tapi bagaimana daya nalarnya, dan alur komunikasinya,” kata Saidi.
Ia menjelaskan, tahapan belajar MNR itu diawali dengan masalah nyata dan pemahaman konsep. “Kemudian berlanjut pada penalaran dan komunikasi, pemecahan masalah, dan eksplorasi. Ini yang kita bahas selama dua hari pelatihan di SDMM,” jelasnya.
Dengan tahapan tersebut, anak-anak tidak langsung diberi soal olimpiade, tapi secara bertahap. “Seperti yang dilakukan di SDMM ini juga bertahap. Jadi anak-anak tidak takut dengan matematika,” tuturnya.
Dalam kesempatan ini Saidi juga menyampaikan beberapa joke tentang belajar. “Sebelum belajar anak-anak harus diamankan dulu dari ‘kudis kurap’ yaitu kurang disiplin dan kurang rapi. Lalu ketika diminta menjawab soal, ‘asma’-nya kambuh alias asal menjawab,” ujarnya.
Kemudian ketika diminta mengerjakan soal Matematika, terkena ‘tbc’ yaitu tidak bisa caranya. “Nah apalagi disuruh ngerjakan soal olimpiade, kena ‘asam urat’ alias asal mengerjakan rumus kurang akurat,” tambahnya disambut tepuk tangan peserta. (Vita)