PWMU.CO – Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan cita-cita kemerdekaan Indonesia, seperti tertuang dalam Pembukaan UUD 45. Sejalan dengan itu, tak bisa dipungkiri bahwa Muhammadiyah telah banyak berperan mencerdaskan anak bangsa ini melalui Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) di bidang pendidikan. Demikian dikatakan mantan Menteri Pendidikan Nasional Kabinet Gotong Royong Prof Abdul Malik Fadjar, dalam Konvensi Nasional Indonesia Berkemajuan (KNIB), di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Senin (23/5) pagi tadi.
(Baca: Haedar Nashir: Ketika Pendidikan Muhammadiyah Tidak Lagi Modern)
Menurut Malik, pendidikan bukan hanya sebagai human investment (investasi SDM). Pendidikan juga merupakan ujung tombak dari kemajuan suatu bangsa. Salah satu dakwah yang fokus dilakukan Persyarikatan Muhammadiyah, kata Malik, adalah dakwah di bidang pendidikan, dengan tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa.
”KH Ahmad Dahlan pernah berpesan: jadilah ulama yang berkemajuan. Memiliki ilmu agama dan juga sekaligus ilmu pengetahuan umum,” kata Malik. “Agar hal itu bermanfaat dan bernilai ibadah, maka kita diharuskan untuk mengajarkannya kepada masyarakat.”
(Baca: Anies Baswedan: Ahmad Dahlan Pelopor Pendidikan Modern Indonesia)
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) ini menjelaskan bahwa beberapa tokoh nasional juga mengatakan hal yang sama dengan pendiri Muhammadiyah ini. Salah satunya Sutan Taqdir Alisyahbana, yang mengatakan tugas bangsa adalah mewujudkan pendidikan yang sesungguhnya untuk rakyatnya. Kemudian KH Kahar Mudzakkir di tahun 1938 sudah menyerukan pada Aisyiyah untuk mendirikan lembaga pendidikan. ”Baru-baru di tahuh 2016 ini Aisyiyah bisa mendirikan Universitas,” paparnya.
Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini mengkritisi rendahnya tradisi literasi di Indonesia. Berdasarkan survei dari Universitas Masicuset, Amerika Serikat, Indonesia menempati peringkat 60 untuk membaca secara fungsional. Padahal, lanjut Malik, Muhammadiyah sudah mendorong untuk menggerakkan gemar membaca.
(Baca: Tantangan Pendidikan Kini: Minimnya Keteladanan)
”Muhammadiyah sejak tahun 2000-an. Sudah menggerakkan tradisi dan sebagai pusat literasi. Guru-guru Muhammadiyah membuat taman bacaan di Lereng Borobudur. Itu untuk membiasakan gemar membaca. Bahkan Buya Syafii Ma’arif yang saat itu Ketua Umum PP Muhammadiyah juga mendorong pada pimpinan untuk selalu meningkatkan wawasan dan menyebarkan radius pergaulan dengan budaya membaca,” tandasnya. (TM/aan)